Cari Blog Ini

F.H. BRADLEY DAN G.E. MOORE

F.H. BRADLEY DAN G.E. MOORE
REVIEW
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Bahasa
Dosen Pengampu:
Dr. Muhamad Jazeri, M.Pd

Disusun Oleh:
Meilinda Cahyaningrum
NIM. 175415018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
PASCASARJANA IAIN TULUNGAGUNG
MARET 2016


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
F.H. Bradley dan G.E. Moore merupakan dua tokoh besar yang mendalami ilmu filsafat. Akan tetapi mereka berbeda dari segi aliran, dimana F.H. Bradley merupakan tokoh fanatik dari aliran idealisme yang berasal dari Inggris. Sedangakan G.E Moore merupakan tokoh yang pemikirannya bertentangan dengan idealisme yang mana dianggap sebagai pencetus aliran filsafat analitik.
Meskipun kedua tokoh ini saring berlawanan dalam hal pemikiran, akan tetapi pada kenyataannya pemikiran mereka bisa bersatu dalam salah satu cabang aliran filsafat analitik yaitu Atomisme Logis. Baik pemikiran Bradley maupun Moore berkontribusi terhadap teori yang dibawa oleh Atomisme Logis. Pengaruh kedua tokoh tersebut akan dijelaskan dalam review ini.
B.       Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah pengaruh dari pemikiran F.H. Bradley?
  2. Bagaimanakah pengaruh dari pemikiran G.E. Moore


BAB II
PEMBAHASAN

Dalam perkembangan sejarah filsafat Barat, antara abad ke-18 akhir dan awal abad ke-20, terdapat dua aliran besar yang mendominasi pemikiran kefilsafatan pada waktu itu. Kedua aliran tersebut adalah idealisme dan empirisme. Idealisme berkembang pesat dalam tradisi filsafat Jerman, sedangkan empirisme berkembang di Inggris. Tokoh-tokoh idealisme di antaranya adalah Fichte (1762-1814), dan Scheling (1775-18854). Sedangkan tokoh empirisme adalah John Locke (1632-1704), David Hume (1711-1776), dan Herbert Spencer (1820-1903).[1]
Pada pertengahan abad ke-19 aliran idealisme masuk ke Inggris yang lebih dikenal dengan sebutan neo-idealisme dan juga neo-hegelianisme. Beberapa tokoh penganut idealisme-neohegelianisme Inggris adalah T.H. Green (1836-1882), Edward Caird (1835-1908), John Chaird (1820-1898), Francis Herbert Bradley (1846-1924), dll. Mereka inilah pelopor dan sekaligus pahlawan gerakan idealisme Inggris yang sangat berpengaruh terhadap para akademisi Inggris dalam lingkungan Universitas Oxford dan Universitas Cambridge.
Filsafat neoidealisme ini akhirnya tidak dapa bertahan lama di Inggris. Tempanya cepat diambil oleh suatu reaksi baru yaitu gerakan neorealisme. Tokoh-tokoh terpenting dari aliran ini adalah George Edward Moore (1873-1958), Alfred North Whitehead (1881-1947) dan Samuel Alexander (1859-1938). Dari tokoh-tokoh di atas akan dijelaskan salahsatu tokoh yangpaling berpengaruh pada masing-masing aliran yaitu F.H Bradley dan G.E. Moore.
A.      Pengaruh F.H. Bradley
Munculnya aliran idealisme merupakan reaksi terhadap aliran positivisme dan materialisme yang merajalela di Eropa pada waktu itu. Menurut aliran idealisme, realitas terdiri atas ide-ide, pikiran-pikiran, akal dan jiwa, bukannya benda-benda material dan kekuatan. Jika materialisme mengemukakan bahwa materi adalah real, dan mind adalah fenomena yang menyertainya maka idealisme menyatakan bahwa mind itulah yang real dan materi adalah prodek sampingannya.
Francis Herbert Bradley (1846-1924) adalah penganut idealisme yang fanatik dan mempunyai pengaruh yang sangat besar di Inggris. Ia berpendapat tentang hubungan antara pemikiran dengan realitas. Bradley mengkritik paham empirisme dengan mengatakan metode pengenalan empirisme itu bersifat psikologis dan bahwa mereka itu bekerja dengan ide-ide dan sama sekali tidak dengan putusan (judgements) atau keterangan-keterangan (proposisi-proposisi). Ide sebagaimana dimaksudkan oleh kalangan empirisme adalah isi pikiran. Kaum empirisme tertarik dengan asal-usul pikiran kita, bagaimana kita mendapatkan kemampuan kita untuk berpikir tentang kualitas. Pada pihak lain, proposisi itu bukanlah isi dari pikiran kita, melainkan pernyataan-pernyataan tentang dunia ini, yaitu bahwa sesuatu itu adalah sedemikian rupa yang ditangkap oleh pikiran. Menurut Bradley, metode kaum empiris itu adalah suatu kesalahan. Kaum empiris kurang memperhatikan putusan atau proposisi, dan hal inilah yang menjadi sasaran kritik kaum idealis. Pemikiran-pemikiran Bradley inilah yang mempengaruhi formulasi logika atomisme logis Bertrand Russell.[2]
B.       Pengaruh G.E. Moore
Pemikiran terkait G.E. Moore dirangkum berdasarkan penjelasan Rizal Mustansyir dalam bukunya yang berjudul Filsafat Analitik.[3] George Edward Moore merupakan seorang filsuf asal Inggris yang dianggap sebagai pencetus gagasan bagi kehadiran Mazhab Analitika Bahasa (MAB) di abad keduapuluhan ini. Hal itu berkaitan erat dengan penentangan yang dilakukannya terhadap pengaruh filsafat kaum Hegelian di Inggris pada waktu itu. Dalam karyanya The Refutation of Idealisme, Moore menunjukkan bahwa titik kelemahan utama filsafat Idealisme –kaum Hegelian yang mendominasi corak pemikiran filsafat di Inggris sejak pertengahan abad kesembilanbelas hingga awal abad keduapuluhan- terlihat jelas pada pernyataan (statements) filsafat mereka yang tidak memiliki dasar logika sehingga tidak terfahami oleh akal sehat (common sense). Kritik yang dilancarkan oleh Moore ini tidak saja berhasil mematahkan dominasi kaum Hegelian di Inggris, tetapi juga merupakan pertumbuhan awal gerakan baru dalam arena filsafat yang sangat berbeda dengan corak pemikiran filsafat sebelumnya. Gerakan baru ini kemudian lebih dikenal dengan nama Linguistic Analysis (Analisis Bahasa) atau Analytical Philosophy (MAB) ataupun Logical Analysis (Analisis Logika).
Dalam Principia Ethica, Moore menerapkan analisis bahasa ini terhadap konsep-konsep etika, yang mana kemudian dikenal dengan istilah “Metaethics”, yaitu penyelidikan tentang arti yang terkandung dalam bidang etika. Pandangan Moore ini mengarah pada pencarian arti/makna bahasa dalam filsafat sebagai salah-satu persoalan yang paling mendasar dalam MAB. Dewasa ini analisis konsep dinamakan sebagai “Metalanguage”, yaitu penjelasan terhadap konsep-konsep atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat.
Selanjutnya Moore menjelaskan bahwa tugas filsafat bukanlah penjelasan ataupun penafsiran tentang pengalaman kita, melainkan memberikan penjelasan terhadap suatu konsep yang siap untuk diketahui, melalui analisis berdasarkan akal sehat. Dengan bertitik-tolak pada “akal sehat” ini, Moore berusaha menyadarkan kita dari tipu daya istilah atau ungkapan yang muluk-muluk dan begitu mempesona, sebagaimana yang diperbuat oleh kaum Hegelian. Misalnya saja Moore menolak pandangan kaum Hegelian yang menyatakan bahwa “kita tidak dapat mengetahui dunia lahiriah itu ada sebelum kita memiliki suatu pandangan falsafati yang memutuskan bahwa hal itu memang ada”. Bagi Moore ungkapan yang demikian itu tidak saja membingungkan, tetapi juga tidak dapat diterima oleh akal sehat kita. Dalam karyanya yang lain, Proof of The External World, Moore menyanggah putusan filsafat kaum Hegelian itu bahwa untuk membuktikan kepribadian dunia lahiriah, tidak perlu didukung suatu putusan filsafat, cukup didasarkan akal sehat saja.
Penyebab utama timbulnya kekacauan ataupun perselisihan paham dalam kancah falsafat itu menurut Moore dikarenakan para filsuf berusaha menjawab pertanyaan tanpa mengetahui secara tepat apakah pertanyaan itu memang baik untuk dijawab. Tudingan yang diarahkan pada persoalan filsafat yang banyak mengandung misteri atau teka-teki yang membingungkan banyak orang, sesungguhnya menurut kacamata Moore, lantaran persoalan yang demikian itu tidak lazim bagi akal sehat. Ketidaklaziman itu terlihat pada ungkapan filsafat yang bersimpang jalan dengan pemakaian bahasa biasa yang sehari-hari. Bagi Moore, keadaan yang demikian itu merupakan suatu pertanda bahwa akal sehat kita telah dilanggar secara terang-terangan. Untuk menjelaskan penggunaan bahasa biasa yang berbeda dengan penggunaan bahasa filsafat itu Moore menunjukkan contoh melalui dua pernyataan berikut:
“Semua harimau pasti mengaum, dan semua harimau termasuk yang jinak itu “ada”.
Pernyataan pertama lebih mudah dipahami pengertiannya ketimbang pernyataan kedua. Kebanyakan pernyataan filsafat itu serupa dengan pernyataan kedua ini. Padahal menurut Moore, “ada” itu bukanlah predikat yang sejenis dengan “mengaum”. Inilah salah satu titik kelemahan atas kekacauan penggunaan bahasa dalam filsafat yang berhasil disingkap oleh Moore.
Corak pemikiran Moore seperti yang telah diapaprkan diatas, kelak akan disebarluaskan dan dikembangkan secara rinci oleh para tokoh analitika bahasa. Tokoh MAB seperti Russel, Wittgenstein, Ryle, Austin, dan lain-lain, baik secara langsung ataupun tidak, telah mengambil alih ide-ide Moore itu dalam teknik-teknik analisis bahasa yang mereka jalankan.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa:Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2009) hlm, 41-44
Danir Enzimar Putri dkk, Filsafat Analitika Bahasa, (www.darnienzimarputri.blogspot.com, diakses pada 15 Maret 2016)
Rizal Mustansyir. 2007.  Filsafat Analitik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar



[1] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa:Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2009) hlm, 41-44
[2] Danir Enzimar Putri dkk, Filsafat Analitika Bahasa, (www.darnienzimarputri.blogspot.com, diakses pada 15 Maret 2016)
[3] Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm 37-41

1 komentar:

MENGEMIS SEBAGAI PROFESI DAN BUDAYA DI INDONESIA

MENGEMIS SEBAGAI PROFESI DAN BUDAYA DI INDONESIA MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Pendidikan Agama Islam yang Dibina Ole...