Cari Blog Ini

MENGEMIS SEBAGAI PROFESI DAN BUDAYA DI INDONESIA

MENGEMIS SEBAGAI PROFESI DAN BUDAYA DI INDONESIA


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Agama Islam
yang Dibina Oleh Dr. Yusuf Hanafi, M.Fil.I
                                                                                         



oleh
Meilinda Cahyaningrum
110231415526





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA ARAB
Maret 2012



DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Mengemis dan Pengemis
2.1.1 Jenis – jenis Pengemis
2.1.2 Faktor – faktor menjadi pengemis
2.2 Mengemis Sebagai Profesi dan Budaya
2.2.1 Aspek Negatif dari mengemis
2.2.2 Dampak Mengemis sebagai Profesi dan Budaya
2.3 Hukum Mengemis dalam Islam
2.3.1 Pandangan Islam Soal Meminta-Minta
2.3.2 Upaya Mengurangi Angka Pengemis di Indonesia
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran






BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Akan tetapi sumber daya alam yang sedemikian rupa banyaknya tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang mumpuni. Akibatnya, kekayaan alam Indonesia disabotase oleh pihak asing dan dampak yang paling nyata pada masyarakat Indonesia  ialah semakin meningkatnya jumlah masyarakat yang miskin. Untuk tetap melanjutkan hidupnya, banyak masyarakat miskin yang memilih pekerjaan sebagai pengemis atau peminta-minta.
Dalam kamus bahasa Indonesia , kata pengemis tidak mempunyai akar kata tetapi ia merupakan sinonim dari peminta-minta, orang yang meminta-minta. Mengemis sinonim dari minta sedekah, minta-minta. Akar katanya dari minta yang artinya berlaku supaya diberi atau mendapat suatu, mohon, mempersilahkan, cak beli, meminang, melamar, memerlukan, membawa dan menimbulkan.
Kata    السا ئل   (al-sail)  dalam bahasa Arab, disamping artinya orang yang bertanya juga mempunyai arti pengemis, yang meminta. Akar katanya memiliki arti meminta-minta, pemberi/sedekah, memohon, menanyakan, memberi pertanyaan atau bertanya.
Sedangkan secara terminology mengemis adalah meminta bantuan, derma, sumbangan baik kepada perorangan atau lembaga. Hal-hal yang mendorong seseorang untuk mengemis –salah satu faktor penyebabnya- dikarenakan mudah dan cepatnya hasil yang didapatkan. Cukup dengan mengulurkan tangan kepada anggota masyarakat agar memberikan bantuan atau sumbangan.
            Pengemis dibedakan menjadi dua jenis. Kelompok penegmis yang benar-benar membutuhkan bantuan dan kelompok pengemis gadungan yang pintar memainkan sandiwara dan tipu muslihat.
            Pengemis gadungan yang menjadikan mengemis sebagai profesi akan merasa enak menjalani profesinya yang santai dan tidak dikekang. Pengemis akan terbiasa menjadi malas. Tak memiliki gairah hidup dan tergantung pada belas kasihan orang lain. Respon masyarakat memang bervariasi. Sekurang-kurangnya ada dua pendapat. Ada sebagian masyarakat yang memandang bahwa mengemis adalah sebuah usaha atau pekerjaan, sehingga mengemis bukanlah merupakan suatu yang hina.  Sebagian lainnya berpendapat bahwa mengemis adalah sesuatu yang menyalahi norma agama dan sosial. Mengemis merupakan perbuatan yang melanggar norma agama dan sosial karena mengemis digunakan sebagai pekerjaan yang menguntungkan bahkan juga pembohongan publik.
            Islam memandang mengemis dari beberapa sisi. Membolehkan mengemis dengan syarat-syarat tertentu. Dan melarangnya jika itu dijadikan suatu kebiasaan. Diriwayatkan pada suatu hadist “seseorang yang senantiasa meminta-minta kepada manusia hingga datang hari kiamat maka ia akan memiliki wajah yang tidak berdaging sedikitpun”.







1.2  Rumusan Masalah
a)      Bagaimana pandangan Islam mengenai mengemis?
b)      Bagaimana pengaruh dari mengemis yang dijadikan profesi dan budaya di Indonesia?
c)      Bagaimana cara mengatasi pengemis yang menjadikan mengemis sebagai profesi?

1.3  Tujuan Penulisan Makalah
a)      Mengerti pengertian mengemis, jenis pengemis dan factor menjadi pengemis
b)      Mengerti problematika kemiskinan di Indonesia
c)      Memahami pandangan ulama mengenai pengemis
d)     Memahami dan mengerti sikap yang harus ditumbuhkan terhadap pengemis




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mengemis dan Pengemis
Minta-minta atau mengemis adalah meminta bantuan, derma, sumbangan, baik kepada perorangan atau lembaga. Mengemis itu identik dengan penampilan pakaian serba kumal, yang dijadikan sarana untuk mengungkapkan kebutuhan apa adanya. Hal-hal yang mendorong seseorang untuk mengemis –salah satu faktor penyebabnya- dikarenakan mudah dan cepatnya hasil yang didapatkan. Cukup dengan mengulurkan tangan kepada anggota masyarakat agar memberikan bantuan atau sumbangan.
Dalam kamus bahasa Indonesia , kata pengemis tidak mempunyai akar kata tetapi ia merupakan sinonim dari peminta-minta, orang yang meminta-minta. Mengemis sinonim dari minta sedekah, minta-minta. Akar katanya dari minta yang artinya berlaku supaya diberi atau mendapat suatu, mohon, mempersilahkan, cak beli, meminang, melamar, memerlukan, membawa dan menimbulkan.
Kata    السا ئل   (al-sail)  dalam bahasa arab, disamping artinya orang yang bertanya juga mempunyai arti pengemis, yang meminta. Akar katanya dari yang artinya meminta-minta, pemberi/sedekah, memohon, menanyakan, memberi pertanyaan atau bertanya.
2.1.1 Jenis-Jenis Pengemis
a.               Kelompok pengemis yang benar-benar membutuhkan bantuan, tetapi tidak memiliki kemampuan yang baik untuk mengungkapkan kondisi riil yang tengah mereka alami.
b.              Kelompok pengemis gadungan yang pintar memainkan sandiwara dan melakkan berbagai tipu muslihat. Selain mengetahui rahasia-rahasia trik mengemis, mereka juga memiliki pengalaman serta kepiawaian yang dapat menyesatkan anggapan masyarakat, dan memilih celah-celah yang strategis. Selain itu mereka juga memiliki berbagai pola mengemis yang dinamis, seperti bagaimana cara-cara menarik simpati dan belas kasihan orang lain yang menjadi sasaran. Misalnya di antara mereka ada yang mengamen, bawa anak kecil, pura-pura luka, bawa map sumbangan yang tidak jelas, mengeluh keluarganya sakit padahal tidak, ada yang mengemis dengan mengamen atau bermain musik yang jelas hukumnya haram, ada juga yang mengemis dengan memakai pakaian rapi, pakai jas dan lainnya, dan puluhan cara lainnya untuk menipu dan membohongi manusia.
2.1.2 Faktor-Faktor Menjadi Pengemis
Ada banyak faktor yang mendorong orang mencari bantuan. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat permanent dan ada pula yang bersifat mendadak.
            Contohnya adalah sebagai berikut:
1.  Faktor ketidakberdayaan dan kemiskinan yang dialami oleh orang-orang yang mengalami kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Karena mereka memang tidak mempunyai gaji tetap, santunan-santunan rutin atau sumber-sumber kehidupan lain. Sementara mereka sendiri tidak memiliki keterampilan atau keahlian khusus yang dapat mereka manfaatkan untuk menghasilkan uang. Sama seperti mereka ialah anak-anak yatim, orang-orang yang menyandang cacat, orang-orang yang menderita sakit, orang-orang yang sudah berusia lanjut sehingga tidak sanggup bekerja lagi, dan lain-lainnya.
2.    Faktor kesulitan ekonomi yang sedang dihadapi oleh orang-orang yang mengalami kerugian harta yang cukup besar contohnya, seperti para pengusaha yag tertimpa failed atau para pedagang yang jatuh bangkrut atau para petani yang gagal panen secara total dan lain sebagainya. Mereka juga adalah orang-ornag yang perlu bantuan karena sedang mengalami kesulitan ekonomi secara mendadak sehingga tidak bisa menghidupi keluarganya. Apabila jika kemudian mereka juga dililit oleh tanggungan hutang yang tidak sedikit sehingga terkadang sampai diajukan ke pengadilan.
3.     Faktor-faktor yang datang belakangan tanpa disangka-sangka sebelumnya. Contohnya seperti orang-orang yang secara mendadak harus menanggung hutang  kepada berbagai pihak tanpa sanggup membayarnya. Mereka ini juga orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan biasanya tidak mempunyai simpanan harta untuk membayar tanggungannya tersebut tanpa uluran tangan dari orang lain yang kaya, atau tanpa berusaha mencarinya walaupun dengan cara mengemis.
4.   Faktor-faktor kesulitan ekonomi yang muncul akibat tidak seimbangnya antara penghasilan sehari-hari yang didapat dengan besarnya nafkah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari anggota keluarga yang berjumlah banyak.
Diantara faktor-faktor di atas yang paling berpengaruh terhadap orang-orang yang mengemis atau menjadikan mereka pengemis adalah kemiskinan apalagi kondisi Negara kita yang tidak stabil. Kemiskinan masih menjadi PR bagi pemerintah yang belum bisa terselesaikan secara tuntas sampai saat ini.
2.2 Mengemis Sebagai Profesi and Budaya
Kehadiran pengemis di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari melemahnya kekuatan ekonomi secara makro untuk menolong tumbuhnya lapangan kerja baru dan sekaligus menyerap tenaga kerja. Hal ini dipicu oleh krisis moneter pada 1998 yang menyebabkan ambruknya perekonomian Indonesia yang secara ironis disebut-sebut sebagai macan baru asia sebelum krisis terjadi. Ibarat dalam cerita dongeng, negara ini jatuh miskin hanya dalam sehari! Dan sejak itu, halaman-halaman surat kabar dipenuhi dengan data terjadinya PHK besar-besaran dan tumbuhnya angka kemiskinan yang fantastis. Proyeksi data yang diperkirakan oleh International Labour Organisation (ILO) menyebutkan bahwa jumlah orang miskin di Indonesia pada akhir tahun 1999 mencapai 129,6 juta atau sekitar 66,3 persen dari seluruh jumlah penduduk (BPS-UNDP, 1999). Sementara itu, menurut laporan BKKBN (2005), jumlah masyarakat miskin di tanah air saat ini mencapai 36,1 persen dari total penduduk Indonesia sekitar 220 juta jiwa, termasuk di dalamnya penduduk fakir miskin sebanyak 14,8 juta jiwa.
 Yang mana pun data statistik yang kita gunakan, baik UNDP atau pun versi BKKBN, yang jelas keadaan ini mengisyaratkan semakin bertambah banyaknya penduduk Indonesia yang telah jatuh miskin! Situasi ini, menurut Edi Suharto, menyebabkan mencuatnya beberapa fenomena sosial seperti ruwetnya tata kota karena bertambahnya jumlah PKL seperti dialami di Bandung. Selain itu, munculnya gelandangan dan pengemis (PMKS) yang beroperasi di jalan-jalan protokol di kota-kota besar dan sekarang meluas ke daerah-daerah ditengarai sebagai efek samping krisis berkepanjangan. Suharto menambahkan bahwa seandainya PMKS dimasukkan ke dalam kategori kemiskinan, angka kemiskinan akan bertambah lagi sebesar 21 juta orang (Suharto, 2003).
 Dalam kaca pandang Suharto, ada tiga kategori kemiskinan di Indonesia yaitu; kelompok paling miskin atau fakir miskin (destitute), kelompok miskin (poor) dan terakhir kelompok rentan (vulnerable). Kelompok paling miskin adalah mereka yang betul-betul tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial dan umumnya tidak memiliki pendapatan, kelompok miskin adalah kelompok yang memiliki pendapatan meski kadang tidak mencukupi, atau setidaknya tidak butu huruf, dan kelompok rentan adalah kelompok yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi miskin seiring dengan berubahnya kondisi sosial politik. Buruh-buruh berupah kecil, tergolong ke dalam kategori terakhir ini.
Keadaan inilah yang membuat sebagian masyarakat untuk melakoni pekerjaan sebagai pengemis. Setiap hari, bisa kita lihat di sepanjang jalan, perempatan lampu merah, trotoar bahkan jembatan penyebrangan dijadikan tempat untuk mereka mengais rezeki.
Sungguh sangat disayangkan, oleh sebagian orang yang malas bekerja, mengemis dijadikan sebagai profesi. Mereka memakai kedok sebagai pengemis dengan melakukan berbagai cara supaya orang lain iba terhadapnya dan mengasihinya sehingga mereka akan mendapatkan uang tanpa harus bersusah payah bekerja. Nampaknya, mengemis sudah menjadi budaya dan mengakar dalam tubuh para pemalas.
2.2.1 Aspek Negatif dari Mengemis
Secara global, akibat-akibat negative yang timbul karena mengemis terbagi menjadi 2 aspek yaitu:
1.      Aspek pengemis itu sendiri
a)      Kondisi Psikologis, tidak menguntungkan yang dialami, menjadikan ia merasa  kalau dirinya adalah orang yang hina dan keadaan orang-orang yang disekitarnya lebih baik daripadanya. Ia selalu merasa sebagai pihak yang selalu membutuhkan mereka, bukan sebaliknya. Bahkan, mungkin ia merasa dirinya adalah orang pinggiran yang terbuang.
b)      Cap manusia rendahan, seperti anggapan sebagian besar anggota masyarakat selama ini, terkadang memberikan kesan psikologis sangat mendalam yang melahirkan luka batin.
c)      Seorang pengemis sebenarnya merasa benci terhadap profesi yang dijalaninya. Profesi tersebut memaksanya untuk menundukan kepala pada orang lain, ketika tengah meminta sumbangan.
2.      Aspek masyarakat sekitar/Negara
a)      Sebagian besar indvidu masyarakat memandang minor terhadap profesi mengemis. Mereka menganggap bahwa pengemis adalah profesi yang nista karena cenderung dibuat kedok oleh sementara orang pemalas yang ingin mendapatkan uang banyak tanpa bersusah payah.
b)      Setiap Negara berusaha membasmi tindak kriminal dari selruh jendela dan pintu-pintunya yang beragam. Mereka menganggap komunitas pengemis adalah orang-orang yang menyusahkan dan mengancam ketentraman masyarakat baik secara individu atau secara kelompok.
2.2.2 Dampak Mengemis sebagai Profesi dan Budaya
2.3 Hukum Mengemis dalam Islam
Pada dasarnya Rasulullah menganjurkan umatnya untuk berusaha dan bekerja guna memenuhi kehidupan selama di dunia. Namun, kehidupan manusia seperti roda yang berputar, kadang di atas dan kadang berada pada posisi di bawah. Ketika seseorang berada pada posisi terjatuh, maka sudah seharusnya untuk dibantu dan jangan membiarkan ia berlarut dalam keterpurukan. Namun pada beberapa situasi Nabi membolehkan untuk meminta-minta sebagaimana hadist di bawah ini:
“wahai Qubaishah, sesungguhnya tidak dibolehkan meminta kecuali karena salah satu dari tiga perkara, orang yang menanggung suatu tanggungan, dibolehkan baginya untuk meminta kepada orang lain hingga ia dapat menyelesaikan tanggungannya itu, kemudian hendaklah ia menahan diri dan tidak meminta lagi kepada orang lain. Orang yang ditimpa suatu musibah yang menyebabkan hilang hartanya, dibolehkan baginya untuk meminta kepada orang lain hingga ia mendapatkan penopang hidupnya. Dan orang yang ditimpa bencana sehingga tiga orang dari para pemuka kaumnya- orang-orang yang diterima perkataannya karena akalnya dan kedudukannya- mengatakan, “fulan telah ditimpa musibah”, maka dibolehkan baginya untuk meminta kepada orang lain hingga ia mendapatkan penopang bagi kehidupannya. Kemudian hendaklah ia menahan diri untuk meminta. Maka selain dengan tiga perkara tersebut, haram pemiliknya memakannya.” (HR. Muslim).
Nabi sangat membenci hambanya yang malas dan tidak mau berusaha tapi hanya mengandalkan dari meminta-minta pada orang lain.
Hadist Nabi Muhammad saw:
ما يزال الرجل يسأل الناس حتى يأتي يوم القيامة وليس في وجهه مزعة.
“seseorang yang senantiasa meminta-minta kepada manusia hingga datang hari kiamat maka ia akan memiliki wajah yang tidak berdaging sedikitpun” (HR. Muslim dan Nasa’i).
Islam sangat mencela hambanya yang hidup dari meminta-minta, apalagi pekerjaan itu dilakoninya sebagai pekerjaan tetap/dijadikan profesi. Sebagaimana hadist yang telah dipaparkan di atas, bahwa mengemis merupakan pekerjaan yang hina. Karena dengan mengemis, akan membuat orang untuk malas bekerja dan berusaha untuk kehidupannya.
2.3.1 Pandangan Islam Soal Meminta-Minta
Para ulama berbeda pendapat mengenai batas kecukupan yang memperbolehkan seseorang menerima zakat atau sedekah, diantaranya adalah cukup untuk makan sehari semalam. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sahl bin al-Hanzhaliyyah, bahwa : “Rasulullah saw melarang meminta-minta bagi siapa yang berkecukupan”. Ketika ditanya tentang batas kecukupan itu, beliau menjawab : “Yang cukup untuk makan siang serta makan malamnya”.
Dalam pengertian ilmu fiqh , kategori miskin ialah orang yang mempunyai kecukupan makan minum untuk sehari semalam , sedangkan faqir tidak mempunyai kecukupan makan minum untuk hari itu .
من سأل وله مال جاء يوم القيامة وفى وجه خموش
Artinya            :           Barangsiapa meminta-minta sedangkan ia memiliki harta yang
mencukupi, kelak pada hari kiamat ia akan datang dengan wajah yang penuh noda.
Dari Abu Daud dan Ibnu Hibban dalam sahihnya, Rasulullah saw bersabda :
من سأل وله ما يغنيه فانّما يستكثر من النار
Barangsiapa meminta sedangkan ia memiliki apa yang mencukupi, maka sesungguhnya ia telah memperbanyak bara api jahanam bagi dirinya sendiri.

Diriwayatkan dari Samurah bin Jundab, Rasulullah saw bersabda :
المسألة كدّ يكدّ بها الرّجل وجهه
Artinya : Minta-minta itu suatu garutan seseorang terhadap mukanya sendiri.
Diperbolehkan meminta-minta, jika seseorang dalam keadaan sangat miskin, sakit keras, dan hutangnya mencekik, sebagaimana hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Qubaishoh :
لا يحلّ السؤال الاّ لثلاثة ذي فقر مدقع او دم موجّع او غرم مغظع
Artinya : Tidak halal (haram) meminta-minta kecuali karena 3 (tiga) sebab, yaitu :
orang yang sangat miskin, orang yang sakit keras dan orang yang mempunyai hutang mencekik.
Kebanyakan para ahli fiqih mengatakan bahwa seorang yang mampu bekerja mencari uang tidak boleh diberi zakat, sebab dia dianggap kaya. Imam Muhammad al-Bagir berkata : “Sedekah tidak halal untuk orang yang mampu bekerja, dan tidak juga untuk orang yang sehat jasmani yang mampu menanggung jerih payah kerja”.
Di kalangan ulama Syafiiyah terdapat dua macam peminta-minta, yaitu : Peminta-minta yang masih mampu bekerja mencari nafkah. Orang semacam ini haram meminta-minta. Dan Peminta-minta yang makruh (dibenci), yaitu yang memenuhi tiga syarat : bahwa dia tidak menghina dirinya dengan meminta-minta, dia tidak merengek-rengek/memaksa dalam meminta, dia tidak menyakitkan hati orang yang dimintai. Jika dari ketiga syarat ini tidak terpenuhi, maka ulama Syafiiyah sepakat akan keharamannya.
Sebagai penutup pembahasan tentang boleh atau tidaknya menerima zakat, semua tergantung kepada penerima zakat itu sendiri, karena yang dapat menentukan dia boleh atau tidak menerima zakat hanyalah dirinya sendiri, sebagaimana hadits Rasulullah saw :
استفت قلبك وإن أفتوك وأفتوك
Artinya : Mintalah fatwa dari hati nuranimu sendiri, apapun yang difatwakan
kepadamu oleh orang lain.
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, Rasulullah saw bersabda :
اليد العليا خير من اليد السّفلى … ومن يستعفف يعفّه الله ومن يستغن يغنه الله.
Artinya : Tangan di atas (pemberi) lebih baik dari tangan di bawah (penerima).
Barangsiapa yang mampu menjaga diri (dari meminta-minta), maka Allah akan menjaga dirinya, dan barangsiapa yang merasa cukup (puas dengan apa yang ada tanpa meminta-minta), niscaya Allah akan mencukupkan kebutuhannya.


2.3.2 Upaya Mengurangi Angka Pengemis di Indonesia
Permasalahan gelandangan dan pengemis merupakan salah satu permasalahan sosial yang sulit untuk  ditangani. Banyaknya jumlah gelandangan dan pengemis yang kerap kali terlihat memadati setiap perempatan dan ruas-ruas jalan utama bukan saja tidak sedap dipandang, melainkan menjadi isu serius yang perlu dicarikan jalan pemecahannya bersama.
Kondisi tersebut belum ditambah dengan kenyataan bahwa sebagian besar gelandangan dan pengemis di kota Jakarta—dan bahkan mungkin di beberapa kota besar lainnya adalah orang-orang yang notabene bukan penduduk setempat. Pada tingkat yang ekstrem, kegiatan mengemis merupakan aktivitas rutin yang terorganisasi dengan baik seperti temuan sebuah stasiun TV swasta setahun yang lalu yang melaporkan adanya oknum anak pejabat yang turut aktif mengelola organisasi pengemis.
pemerintahan Inggris memberlakukan peraturan baru yang lebih ketat dan pada dasarnya tidak memperbolehkan para pencari suaka untuk bekerja, tidak menerima benefit apa pun dari pemerintah dan, sebagai gantinya, hanya diberikan voucher makan dengan ukuran 30% di bawah tingkat konsumsi yang wajar. Karena itu, mengemis menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Inilah potret kemiskinan dan sekaligus melahirkan tindakan mengemis yang terjadi di negara modern seperti Inggris. Peraturan baru itu mengindikasikan lahirnya sebuah kelas pengemis yang terstruktur yang dilahirkan oleh kebijakan pemerintah.
 Sadar dengan kebijakan yang “berbahaya”, pemerintahan lokal semisal Cambridge menempuh cara dengan melibatkan stakeholder seperti Wintercomfort dan Jimmy's Nightshelter, organisasi yang peduli dengan masalah gelandangan (homeless people), dengan menyalurkan donasi yang diserahkan melalui lembaga tersebut. Uniknya, donasi itu dikumpulkan dari kotak-kotak sumbangan resmi yang disebarkan di berbagai titik strategis di pusat kota. Selain itu, tindakan hukum juga dikenakan bagi mereka yang tertangkap tangan menggunakan uang hasil mengemis untuk mabuk-mabukan maupun membeli narkoba. Upaya mengurangi jumlah pengemis juga dilakukan di kota-kota London, Westminter City, dan Camden dengan memasang poster-poster yang mengimbau masyarakat untuk tidak memberikan uang kepada pengemis.
 Di negara modern lainnya semisal Kanada, pemerintahan British Columbia (BC) pada Oktober 2004 memberlakukan hukum yang membolehkan polisi mengenakan denda kepada para pengemis yang bersikap dan berucap kasar, berada dalam radius lima meter dari perhentian bus atau telepon umum koin, serta squeegee kid, orang-orang—biasanya anak-anak—yang membersihkan kaca mobil saat kendaraan berhenti di lampu merah.
 Upaya yang dinamai dengan Safe Street Acts ini sebetulnya meniru model yang diterapkan secara sukses di negara bagian Ontario, Kanada. Peraturan ini mengelompokkan tindakan meminta uang dengan ancaman, tindakan mengemis yang dilakukan olah dua orang atau kelompok, menghambat jalan orang, berada sejauh lima meter dari ATM, perhentian bus, telepon umum dan toilet umum sebagai kegiatan yang terlarang.
 Meski peraturan ini menuai badai kritik dari lembaga advokasi setempat dan anggota Partai Demokratik Baru (NDP), pemerintah British Columbia terus melenggang dengan alasan bahwa kebanyakan pengemis adalah orang-orang yang sangat cukup makan, berpakaian dengan sangat layak, sangat berlebih untuk diri mereka tetapi tidak mau membayar pajak. Tambahan pula, begitu seriusnya masalah pengemis dan gelandangan di BC ini menyebabkan pemerintah mengeluarkan peraturan lainnya yang dikenal dengan Trespass Act, yang melarang gelandangan mendirikan tenda-tenda di pekarangan rumah orang.
 Beberapa tindakan atau kebijakan mengurangi jumlah kemiskinan di sebagian kota di negara-negara maju membuahkan hasil yang cukup signifikan. Studi yang dilakukan di Notingham City, Inggris, menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah pengemis sebesar 85% dalam waktu enam bulan saja sejak program penanggulangan pengemis dilakukan. Program ini mencakup; tindakan hukum bagi para pengemis yang agresif, pemberdayaan patroli polisi di kota-kota, pengawas atau penyelia yang beroperasi di jalan dan memantau para pengemis, dan sebuah kampanye simpatik yang ditujukan untuk masyarakat luas dalam bentuk poster yang memberikan alternatif bantuan daripada memberikan uang kepada pengemis.
Kemudian solusi praktikal lain yang bias ditempuh antara lain :
1.      Penggunaan poster “ANTIMEMBERI”, misalnya, bisa dijadikan kampanye yang efektif. Asumsinya, jika para Gepeng itu merasa jalanan sudah tidak menjadi tempat yang menguntungkan maka mereka akan berhenti dengan sendirinya. Akan tetapi pihak pemkot juga harus melakukan antisipasi kemungkinan munculnya kegiatan mengemis dalam bentuk lain, misalnya menyamar dalam bentuk sumbangan-sumbangan bencana alam, dan mengupayakan suatu program pemulihan
2.      Kerjasama dengan melibatkan lembaga non pemerintah yang reliable, selain dinas sosial tentu saja, perlu juga dijajaki agar program tidak menguap di tengah jalan dan berubah menjadi kontraproduktif. Stakeholders bisa dilibatkan untuk meneliti, mengidentifikasi dan memetakan masalah secara jernih untuk selanjutnya memutuskan solusi terbaik. Hasil penelitian itu bisa berupa usulan dalam bentuk penguatan keluarga Gepeng, pencarian orangtua asuh bagi anak-anak usia sekolah, pembekalan keterampilan, dan usaha-usaha lainnya agar para gelandangan dan pengemis memiliki penghasilan yang cukup. Biaya untuk mendanai program-program sosial untuk Gepeng bisa dilakukan dengan mengumpulkan dana dari masyarakat melalui penempatan boks-boks khusus yang disebar di mal-mal, supermarket, dan tempat belanja lainnya yang strategis.
3.      upaya hukum juga perlu ditempuh seandainya terdapat indikasi kegiatan mengemis sebagai tindakan terorganisasi, atau perilaku Gepeng yang mengganggu dan karena itu bisa dijerat hukum, misalnya pemerasan. Aparat polisi seharusnya dapat dilibatkan sebagai pengawas dan menghentikan tindakan mengemis terorganisasi ini.
4.      Menetapkan peraturan daerah (perda) akan tetapi diimbangi dengan membuka lapangan kerja seluas-luasnya atau merekrut pekerja sebanyak-banyaknya.



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya tak ada manusia yang menginginkan hidupnya menjadi seorang pengemis. Namun, terkadang kenyataan tak sesuai dengan harapan. Seperti di Indonesia, perekonomian yang tidak stabil membuat sebagian rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan dan karena kebutuhan pokok yang tiap hari semakin meningkat membuat mereka mengemis hanya untuk mempertahankan hidup.
Dalam Islam Nabi Muhammad sangat mencela umatnya yang hidup dari meminta-minta kepada orang lain. Namun, Nabi membolehkan meminta-minta pada beberapa hal yaitu pada saat dan kondisi yang sangat terdesak dan itu pun hanya sebatas pada saat terpuruk tersebut. Untuk selanjutnya harus bangkit kembali dan berusaha.
Beberapa kondisi yang diperbolehkan Rasulullah untuk meminta-minta adalah orang yang mempunyai hutang yang banyak dan ia tidak sanggup untuk membayarnya, orang yang dalam keadaan failed/hilang harta bendanya dan orang yang terkena musibah/bencana.
Seharusnya pemerintah tidak menutup mata pada situasi ini dan harus dicarikan solusinya karena bagaimanapun bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat mensejahterakan rakyat. Adapun mengemis yang dijadikan sebagai profesi merupakan sebuah pekerjaan yang amat dibenci dan dicela oleh Allah dan Rasul-Nya.
3.2 Saran
            Penulis menyarankan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan nasib rakyatnya. Memberi tindakan tegas kepada oknum-oknum yang menjadikan mengemis seagai profesinya. Serta memberikan solusi bagi rakyat miskin agar nantinya tidak berkecimpung dalam dunia mengemis.
            Bagi pengemis sendiri diharapkan kesadarannya dipandang dari sisi agama bahwa mengemis itu dilarang apabila digunakan sebagai pekerjaan. Dari sisi socialpun mengemis merupakan suatu pekerjaan yang hinaoleh sebab itu jauh-jauhlah pekerjaan yang dibenci oleh Tuhan maupun masyarakat.



DAFTAR RUJUKAN




1 komentar:

  1. merkur 45c slot【Malaysia】best free spins no
    merkur 45c หาเงินออนไลน์ slot,【WG98.vip】⚡, best free spins no deposit,play roulette worrione online,casino bonus 100 free spins 메리트 카지노 주소 no deposit bonus,slots on the go

    BalasHapus

MENGEMIS SEBAGAI PROFESI DAN BUDAYA DI INDONESIA

MENGEMIS SEBAGAI PROFESI DAN BUDAYA DI INDONESIA MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Pendidikan Agama Islam yang Dibina Ole...