KECENDERUNGAN BERBAGAI KAJIAN
ISLAM DI TIMUR DAN BARAT SERTA POLA-POLA PENDEKATANNYA
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Metode dan Pendekatan Kajian Islam
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Mujamil, M.Ag/ Dr. Ngainun
Naim, M.H.I
Disusun Oleh:
Meilinda Cahyaningrum
NIM. 175415018
PROGRAM KAJIAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
PASCASARJANA IAIN
TULUNGAGUNG
MEI 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam merupakan sebuah sistem
yang bersifat universal atau global yang mencangkup seluruh aspek kehidupan
manusia. Dalam Islam segala kebutuhan manusia diarahkan dengan baik sesuai
dengan kodratnya dan jika hal itu dilakukan maka akan tercapailah keselematan
baik di dunia maupun di akhirat.
Islam memiliki dua sumber
hukum utama yaitu berupa Al-Qur’an dan Hadist. Nilai kebenaran dari kitab suci
Al-Qur’an bersifat mutlak. Hal ini dikarenakan Al-Qur’am merupakan wahyu Allah
yang difirmankan langsung kepada nabi terakhir yaitu nabi Muhammad. Hadist
sebagai sumber hukum kedua merupakan sabda, perilaku dan ketetapan nabi
Muhammad yang tidak mungkin keliru. Sebab nabi Muhammad merupakan manusia yang
dipilih oleh Allah yang dipelihara dari kekeliruan. Persoalan kebenaran hadist
terletak dari periwayatannya.
Ketika Al-Qur’an dan Hadist
dipahami dan dijadikan sebagai kajian dan pembelajaran maka muncullah
penafsiran, pemahaman dan pemikiran. Dengan demikian lahirlah ilmu Islam yang
disebut dengan Dirasah Islamiyah atau Islamic Kajianes. Ditinjau
dari sisi pengertian, studi Islam secara sederhana dimaknai sebagai “kajian
Islam”. Pengertian studi Islam sebagai kajian Islam sesungguhnya memiliki
cakupan makna dan pengertian yang luas.
Waardenburg dalam Naim
menyatakan bahwa studi Islam meliputi kajian agama Islam dan tentang
aspek-aspek keislaman masyarakat dan budaya muslim. Adapun Nurhakim dalam Naim
menjelaskan bahwa penggunaan istilah studi Islam bertujuan untuk mengungkapkan
beberapa maksud yaitu studi Islam dikonotasikan dengan aktivitas-aktivitas dan
program-program pengkajian dan penelitian terhadap agama, studi Islam yang
dikonotasikan sebagai materi, subjek, bidang, dan kurikulum suatu kajian atas
Islam, dan studi Islam yang dikonotasikan dengan institusi-institusi pengkajian
Islam yang dilakukan secara formal maupun non-formal.[1]
Untuk memahami Al-Qur’an dan
Hadist sebagai sumber ajaran Islam, maka diperlukan berbagai pendekatan
metodologi pemahaman Islam yang tepat, akuran dan responsibel. Dalam makalah
terkait kajian Islam ini, penulis memandang kajian Islam menjadi 2 wilayah,
yaitu wilayah Timur dan Barat. Kajian ini menarik untuk dilakukan mengingat
Islam masa kini telah menyebar ke seluruh pelosok dunia dan tidak hanya
terfokus pada negara-negara timur tengah. Kajian Islam di Timur disini penulis
fokuskan pada negara Indonesia yang mana memiliki jumlah penduduk muslim
terbanyak di dunia. Sedangkan kajian Islam di Barat terbagi menjadi beberapa
negara super power yang mana kajian tentang Islamnya tengah berkembang
dengan pesat.
Selain mengupulkan data
terkait kajiaan-kajian Islam yang dipelajari baik di Timur dan di Barat,
peneliti juga menunjukkan kecenderungan pendekatan yang digunakan dalam
mengkaji Islam. Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.[2] Dalam
mempelajari agama diperlukan berbagai macam pendekatan agar substansi dari
agama itu bisa dipahami dengan baik dan benar.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah kecenderungan berbagai kajian Islam di Timur serta pola-pola
pendekatannya?
2.
Bagaimanakah kecenderungan berbagai kajian Islam di Barat serta pola-pola
pendekatannya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kecenderungan Berbagai Kajian
Islam Di Timur serta Pola-Pola Pendekatannya
Perkembangan kajian Islam di Timur tidak lepas dari
berkembangnya agama Islam ke seluruh pelosok dunia. Akhir periode Madinah
sampai dengan 4 H merupakan fase pertama pendidikan Islam. Islam masih
diajarkan di masjid-masjid dan rumah-rumah dengan menggunakan teknik hafalan.
Pada masa ini juga mulai diperkenalkan logika matematika, ilmu alam,
kedokteran, kimia, musik, sejarah dan geografi.
Kajian Islam di Timur bisa dikatakan berpusat pada
negara-negata Timur Tengah, akan tetapi juga perlu dipertimbangkan
negara-negara Timur lainnya yang banyak memiliki pengikut Islam. Antara satu
negara dengan negara lainnya memiliki perbedaan. Hal ini dikarenakan
karakteristik studi Islam dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya faktor
kebijakan politik, dinamika sosial budaya, latar belakang pemegang kebijakan
pendidikan, perkembangan ekonomi, dan berbagai faktor lainnya.
Di universitas Teheran Iran, misalnya, ada ruangan khusus
yang menyimpan naskah-naskah kuno, yang ditulis oleh para pemikir klasik dan
ditulis dalam bahasa Persia. Di universitas ini, studi Islam dilakukan dalam
satu fakultas yang disebut Kulliyat Illahiyah (Fakultas Agama). Di
Teheran juga ada universitas Imam Sadiq yang mempelajari Islam dan ilmu umum
sekaligus.[3]
Di universitas Damaskus Syria, yang memiliki banyak
fakultas umum, studi Islam ditampung dalam Kulliatu al-Syari’ah
(Fakultas Syari’ah), yang di dalamnya ada program studi Ushuluddin, Tasawuf,
Tafsir, dan sejenisnya. Jadi pengertian syari’ah disitu lebih luas daripada
pengertian syari’ah sebagai hukum Islam seperti yang ada di IAIN.
Di Aligarch University India, studi Isalam dibagi dua. Pertama,
Islam sebagai doktrin dikaji dalam Fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua
jurusan; jurusan Madzhab Ahli Sunnah dan Syi’ah. Kedua, Islam sebagai
sejarah dikaji pada Fakultas Humaniora dalam jurusan Islamic Studies
yang berdiri sejajar dengan jurusan Politik, Sejarah, dan lain-lain. Di Jamiah
Milliah Islamia, New Delhi, Islamic Studies Program berada pada Fakultas
Humaniora bersama dengan Arabic Studies, Persian Studies, dan Political
Science.
Di Universitas Islam Internasional Malaysia, program
studi Islam berada di bawah Kulliyah of Revealed Knowledge and Human Science
(Fakultas Ilmu Kewahyuan dan Ilmu Kemanusiaan). Selain jurusan Kewahyuan dan
Warisan Islam, dalam fakultas ini juga ada jurusan-jurusan psikologi,
sosiologi, filsafat, ilmu politik, dan lain-lain. Selain itu, di fakultas lain,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, terdapat mata kuliah keislaman seperti Fikih
untuk ekonomi, pemikiran Ekonomi Islam, sistem finansial Islam, dan lain-lain.
Di Universitas al-Azhar Mesir, yang menjadi imam bagi
IAIN dari segi metodologi mendekati Islam, paling kurang pada awal-awalnya,
studi Islam telah berubah bentuk pengorganisasiannya. Al-Azhar sampai tahun
1961 memiliki fakultas-fakultas seperti yang dimiliki IAIN. Setelah tahun 1961,
al-Azhar tidak lagi membatasi diri pada fakultas-fakultas agama, tetapi juga
membuka fakultas-fakultas lain di al-Azhar.
Dilihat dari penjelasan di atas, Naim menyimpulkan
bahwasanya studi Islam di Timur Tengah, sebagaimana Studi Islam di Barat dan
berbagai negara lainnya, juga tidak seragam. Ada karakteristik yang khas dari
masing-maisng negara, dan juga perguruan tinggi. Hal ini menjadi kekayaan warna
dalam studi Islam di masing-maisng lembaga dan negara. Konstruksi semacam ini
justru makin memperkaya warna studi Islam.[4]
Selain penjelasan di atas, berikut akan sedikit
dipaparkan pandangan lain terkait kajian Islam di Timur Tengah dan Indonesia.
1.
Kajian Islam di Timur Tengah
Masyarakat Islam dibangun diatas framework peradaban
Timur Tengah kuno yang telah mapan sebelumnya. Masyarakat Islam berkembang
dalam sebuah lingkungan yang sejak masa awal sejarah umat manusia telah
menampilakan dua aspek yang fundamental, yaitu asal-usul dan struktur sejarah
yang telah berlangsung. Garis keturunan keluarga, kekerabatan, komunitas etnis
terus berlanjut seperti semula sekalipun telah terjadi kesejarahan.
Ekologi regional berlangsung dengan didasarkan pada
komunitas petani dan perkotaan, dan ekonomi dijalankan di atas basis pemasaran
dan pertukaran uang. Bentuk-bentuk dasar organisasi negara, termasuk
administrasi birokratis, pola kehidupan keagamaan yang berlaku sebelumnya
difokuskan kepada keyakinan yang bersifat universal dan transendental.
Perjalanan panjang Islam di Timur Tengah berlangsung
sekitar 622 sampai 1002 M yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama adalah
fase penciptaan sebuah komunitas baru yang bercorak Islam di Arabia sebagai
hasil dari transformasi wilayah peripheral (pikiran) dengan sebuah masyarakat
kekerabatan yang telah berkembang sebelumnnya menjadi sebuah tipe monotheistik
Timur Tengah.
Fase kedua adalah fase penaklukan Timur Tengah oleh
masyarakat Arab Muslim yang baru terbentuk, dan mendorong kelahiran sebuah
imperium dan kebudayaan Islam (selama periode ke-khalifahan yang pertama sampai
tahun 945 M. Fase ketiga adalah fase kesulatanan (945-1200 M). Pada fase pola
dasar kultural dan institusional dari era khilafah berubah menjadi pola-pola
negara dan institusi Islam.
Dalam fase pertama, dapat dipahami bahwa fase tersebut
merupakan fase kelahiran Islam pertama dalam masyarakat ke-sukuan. Pada fase
kedua adalah memandang Islam sebagaimana ia menjadi agama dari sebuah negara
kerajaan dan kalangan elit perkotaan. Sedangkan fase ketiga, nilai-nilai Islam
ternyata telah mengubah mayoritas masyarakat Timur Tengah.
Dilihat dari keterangan-keterangan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kajian Islam di Timur Tengah cenderung berfokus pada
sosiologi masyarakat Islam. Pendekatan yang digunakan cenderung pada pendekatan
sosiologi yang mengkaji sosial budaya masyarakat Timur Tengah.
2.
Kajian Islam di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim
terbanyak di dunia. Negara ini merupakan negara dengan mayoritas penduduknya
yang beragama Islam. Terdapat beberapa kajian yang menjadi perhatian
cendekiawan muslim di Indonesia. Kajian-kajian tersebut meliputi kajian tafsir
Al-Qur’an, hadist, fikih atau ushul fikih, filsafat Islam,
sosiologi Islam, politik Islam, ekonomi Islam, dan lain sebagainya.
Dalam mengakaji berbagai kajian tersebut ada beberapa
pendekatan yang biasa digunakan oleh pengkaji Islamic Kajianes.
Pendekatan yang cenderung digunakan di Indonesia adalah pendekatan sejarah,
pendekatan perbandingan, kontekstual, hermeneutik-filosofis, dan yang terbaru
adalah pendektan teo-antroposentrisme.
Pendekatan sejarah adalah suatu ilmu yang di dalamnya
membahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek,
latarbelakang, dan perilaku dari peristiwa tersebut.[5]
Contoh kajian Islam yang dikaji dengan menggunakan pendekatan historis adalah
tulisan yang ditulis oleh Nourouzzaman Shiddiqi dengan judul “Sejarah: Pisau
Bedah Ilmu Keislaman”. Dalam penelitian ini dijelaskan karakter yang
menonjol dari pendekatan sejarah adalah tentang signifikansi waktu dan
prinsip-prinsip kesejarahan. Setiap orang adalah produk masa lalu dan selalu
mengalami proses perubahan dan perkembangan secara berkesinambungan dalam satu
mata rantai yang tidak putus.[6]
Kajian Islam yang menggunakan pendekatan perbandingan
adalah buku yang ditulis oleh Ahmad Mukti Ali dengan judul “Ilmu Perbandingan
Agama di Indonesia”. Dalam buku ini, Mukti Ali mengulas pertumbuhan dan
perkembangan kajian ilmu perbandingan agama, mulai dari akar historisnya di
Barat sampai sejarahnya di Indonesia. Dalam pandangannya, ilmu perbandingan
agama bukanlah satu-satunya metode yang sah yang dapat digunakan untuk
mempelajari agama-agama. Ilmu perbandingan agama hanyalah salah satu dari
beberapa pendekatan yang banyak, seperti filsafat agama, psikologi agama,
sosiologi agama dan teologi.[7]
Adapun pendekatan kontekstual juga merupakan salah satu
pendekatan yang biasa digunakan Indonesia. Maksud dari pendekatan kontekstual
disini adalah pendekatan yang mencoba memahami agama dalam konteks sosial,
politik, budaya dan sebagainya dimana agama itu berada. Contohnya adalah tulisan
yang ditulis oleh Mastuhu dengan judul “Penelitian Agama Islam: Tinjauan
Disiplin Sosiologi”. Dalam tulisan ini, Mastuhu mencoba menemukan sumbangan
sosiologi berupa paradigma ilmiah bagi pengembangan kajian agama.[8]
Sedangkan kajian Islam dengan menggunakan pendekatan
hermeneutik-filosofis contohnya adalah karya Komauddin Hidayat dengan judul “Memahami
Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik”. Menurutnya, setiap teks lahir
dalam wacana yang memiliki banyak variabel, seperti suasana politis, ekonomis,
sosiologis, psikologis dan sebagainya.[9]
Akan tetapi disamping pendekatan-pendekatan di atas,
terdapat pendekatan utama yang digunakan di Timur yang mana pembagian timur ini
berdasarkan budayanya bukan berdasarkan geografisnya. Pendekatan tersebut
adalah pendekatan tahfidz (hafalan). Pendekatan ini banyak digunakan di
Timur Tengah untuk semua jurusan. Orientasi dari penerapan pendekatan ini
adalah menguasai materi. Akan tetapi karena terlalu fokus pada penguasan materi
seringkali menimbulkan kelemahan dari segi metodologi.
B. Kecenderungan Berbagai Kajian
Islam Di Barat serta Pola-Pola
Pendekatannya
Pada awal tahun 1970-an berbicara mengenai penelitian
agama di IAIN dianggap tabu. Orang akan berkata: kenapa agama yang sudah begitu
mapan mau diteliti; agama adalah wahyu Allah. Sikap serupa juga terjadi di
Barat. Dalam pendahuluan buku Seven Theories of Religion dikatakan,
dahulu orang Eropa menolak anggapan adanya kemungkinan meneliti agama. Sebab,
anatar ilmu dan nilai, antara ilmu dan agama (keperayaan), tidak bisa
disinkonkan.[10]
Studi Islam di Barat pada bagian in secara sederhana
dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, membahas tentang sejarah dan
dinamika perkembangan studi Islam di negeri Barat yang dilakukan oleh para mahasiswa Indonesia
beserta beberapa tokoh yang memiliki peran penting. Kedua, kondisi studi Islam
di beberapa universitas di negeri Barat.
Ditinjau dari perspektif sejarah, studi yang dilakukan
oleh orang Indonesia di Barat sudah berlangsung cukup lama. Namun demikian,
fokus studi yang dilakukan belum menyentuh secara langsung dalam bidang kajian
Islam. Studi di Barat yang dilakukan pada masa itu lebih dilatarbelakangi oleh
kepentingan politis pemerintah kolonial Belanda.
Seiring dengan perkembangan zaman, studi ke negar-negara
Barat terus berkembang. Studi yang dilakukan oleh orang Indonesia mengambil
konsentrasi bidang ekonomi, politik, pemerintahan dan belum ada yang mengambil
fokus khusus studi Islam. Fokus studi Islam baru mulai dilakukan setelah
Indonesia merdeka.
Adapun tokoh yang pertama kali melakukan studi Islam di
Barat adalah M. Rasjidi. Menteri Agama pertama Indonesia ini menamatkan program
doktor di Universitas Sorbone Prancis. Tokoh penting lain yang menjadi generasi
awal ynag melakukan studi Islam di Barat pasca Rasjidi adalah Harun Nasution.
Harun menempuh pendidikan tingginya di Kairo dan di Kanada. Tokoh lain adalah
A. Mukti Ali yang pernah belajar di Pakistan.
Berikut dijelaskan pemaparan kajian Islam di beberapa
negara Barat.
1.
Kajian Islam di Jerman
Setelah kajian klasik meluas di Eropa pada abad ke-16, Kajian
Ketimuran (oriental kajianes) ditengarai muncul pada abad ke-19. Kajian
Ketimuran mencakup kajian tentang bahasa, sejarah dan budaya dari Asia dan
Afrika Utara. Kajian–kajian tersebut berdasarkan pada filologi dalam arti yang
lebih luas, yaitu kajian-kajian terhadap budaya melalui kajian terhadap sumber
asalnya, khususnya dari teks-teks yang dianggap otoritatif.[11]
Kata orientalisme sendiri adalah kata yang dinisbatkan
kepada sebuah studi/penelitian yang dilakukan oleh selain orang timur terhadap
berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah, dan
permasalahan-permasalahan sodio-kultural bangsa Timur. Atau ada juga yang
mengatakan orientalisme adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran.[12]
Di Jerman, kajian-kajian terhadap bahasa, budaya dan
agama merupakan inti dari Kajian Islam yang dipelajari, dan di universitas
lebih dikenal sebagai seminar Orientalis (Orientalisches Seminar).
Sebagaimana kajian Ketimuran pada umumnya, Kajian Islam berdiri sendiri
terlepas dari teologi (termasuk missiologi) dan tidak terpengaruh oleh polemik
dan apologi. Sebagai sebuah disiplin ilmu, Kajian Islam berada di bawah
Fakultas Seni atau dibawah sub-bagiannya (jurusan-jurusan), misalnya, Kajian
Budaya (Kulturwissenschaften) dan bukan di bawah Fakultas Teologi. Di
Jerman, Teologi tidak termasuk ke dalam Ilmu Agama (Religionswissensschaft)
sebagaimana yang ada di Swedia dan Belanda.
Orientalisme Jerman dalam Kajian Islam mempunyai tradisi
yang kuat. Pada generasi pertama ada tiga nama, yaitu Theodor Noldeke
(1836-1930), Julius Welhausen (1844-1918) dan Ignaz Goldziher (1850-1921), yang
masing-masing dikenal karena penelitian mereka tentang al-Qur’an, tentang awal
sejarah Islam, dan perkembangan internal agama dan budaya Islam. Pada generasi
kedua muncul tulisan-tulisan dari Helmut Ritter (1882-1971) mengenai teks-teks
agama Islam dan karya-karya Carl Brockelmann (1868-1956) mengenai sejarah
teks-teks Arab juga masih sangat bernilai. Selain itu, ada juga beberapa nama,
termasuk Hans Heinrich Schaeder (1896-1957) yang telah mampu mengkaji Islam
dalam kerangka yang lebih luas dari sejarah keagamaan orang-orang Timur Dekat
dan sejarah dunia yang tidak lagi mengikuti pola kesarjanaan yang Eurosentris.[13]
Penelitian yang bercakupan luas juga dilakukan oleh Enno
Littmann (1875-1958) yang mengkaji banyak bahasa dan berbagai macam
kesusastraan dunia Islam dan menerbitkan buku, diantaranya adalah terjemahan
tentang Seribu Satu Malam. Pada masa ini, beberapa ilmuwan yang terpaksa
beremigrasi pada masa Nazi, juga telah mempengaruhi kajian Islam secara luas.
Beberapa ilmuwan tersebut seperti Joseph Schacht (1902-1969) lewat kajiannya
mengenai hukum Islam, Gustuv Edmund von Grunebaum (Austria 1909-1972) dan
kajiannya tentang sastra Arab, sejarah dan budaya Islam, Richard Ettinghausen
(1906-1979) dengan kajiannya tentang seni Islam, serta Richard Walzer
(1900-1975) melalui kajiannya tentang filsafat Arab. Di Jerman sendiri ada Carl
Heinrich Becker (1976-1933) dan Jong Kraemer (1917-1961) yang mencurahkan
perhatian terhadap Kajian Islam dari sudut pandang sejarah budaya, Rudi Paret
(1905-1982) terutama dikenal karena terjemahan dan penafsirannya terhadap
al-Qur’an.[14]
Dilihat dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
kecenderungan pendekatan yang digunakan di Jerman adalah pendekatan linguistik
dan antropologis. Pendekatan linguistik digunakan untuk mengkaji bahasa Arab yang notabene merupakan bahasa yang
digunakan di Timur. Adapun pendekatan antropologis digunakan untuk mengkaji
budaya-budaya masyarakat Timur.
2.
Kajian Islam di Perancis
Di
Prancis, lembaga yang pertama kali mencurahkan perhatian
terhadap pengajaran bahasa Arab adalah Guillaume Postel di College de France
pada tahun 1539. Profesor pertama yang dinominasikan untuk mengajar bahasa Arab
di universitas ini adalah Sylvestre de Sacy. Selama abad ke-18 ketika de Sacy
mengajar berbagai kajian bahasa Arab, suatu pendekatan lain untuk mengkaji
masyarakat Timur diperkenalkan oleh seorang musafir yang terkenal yang bernama Volney
(1757-1820) yang mengadakan perjalanan ke Syria dan Mesir dan menulis berbagai
hal penting tentang kedua negara tersebut.[15]
Perancis menaklukan Aljazair pada tahun 1830 , Tunisia
pada tahun1881 dan Maroko tahun 1912. Dengan demikian dari tahun 1930 hingga
1961 wilayah tersebut dibuka bagi semua orang yang ingin pergi ke Afrika Utara
untuk menemukan kehidupan masyarakat dan untuk hidup di sana selama yang mereka
inginkan.hal ini membangkitkan sebagian besar kajian dalam bidang ini.
Di Perancis, universitas-universitas yang menawarkan
kajian-kajian Islam sebagai bagian dari kurikulum adalah Universitas Nancy,
Clermont-Ferrand, Toulouse, Rennes dan Lille. Beberapa universitas lain juga
mulai menaruh minat pada kajian Islam, dan perlu ditambahkan bahwa Menteri
Pendidikan, Alain Savary, secara resmi menentukan pada tahun 1983, bahwa
kajian-kajian bahasa Arab dianggap sebagai prioritas nasional di Perancis.[16]
Trend kontemporer yang paling dominan dalam kajian Arab
adalah linguistik, sejarah, dan ilmu politik. Yang paling popular dari trend-trend yang ada
adalah linguistik, sebagian karena tampilan umum untuk subjek ini di
universitas Perancis dan sebagian karena bidang sosiologi dan antropologi
membutuhkan bidang ini, semesntara para ahli bahasa teoritis dapat melakukan
riset di berbagai perpustakaan Paris, Lyons atau Strasbourg.
Dikarenakan kajian ketimuran di Perancis lebih berfokus
pada kajian bahasa, maka pendekatan yang cenderung digunakan adalah pendekatan
linguistik. Tetapi juga terdapat pula kajian-kajian yang menggunakan pendekatan
historis dan sosiologis yang dilakukan di Perancis pada akhir-akhir ini.
3.
Kajian Islam di Inggris
Sejarah Kajian Islam di Inggris pada tahap paling awal
tidak bisa lepas dari berbagai sejarah kajian tentang Kristen abad pertengahan
secara keseluruhan, dimana kepulauan Inggris merupakan satu bagian yang
integral dari negeri Inggris. Abad pertengahan adalah masa ketika umat Islam
dan Kristen saling bertentangan sebagai dua kekuatan yang bermusuhan dan tidak
bisa ditawar-tawar lagi. Masing-masing pihak meyakini bahwa mereka memiliki
monopoli kebenaran yang bersifat ketuhanan, dan hanya dengan ketaatan
pernyataan dan hukum-hukumnya para pengikut setianya dapat mencapai
keselamatan.[17]
Abad kedelapan belas merupakan masa terkenal atas hasil
terjemahan bahasa Inggris yang akurat tentang al-Qur’an yang dilakukan oleh
George Sale (1697-1736) seorang pengacara terlatih dan seorang ahli tentang
Arab yang utama dan pertama yang tidak termasuk dari kalangan pendeta. Kemudian
pada abad kesembilan belas, kajian Islam di Inggris cenderung tertinggal
daripada di Jerman dan Perancis dalam wacana ilmiah.[18]
Fokus kajian dari seluruh ahli Islam (Islamicist)
Inggris, kecuali Sir William Jones adalah tentang bahasa Arab. Jones sendiri
merupakan tokoh kesusasteraan pada kajian Persia. Selain itu, kajian-kajian
Turki pada abad kesembilan belas di Inggris juga menaruh minat yang besar.
Tokoh penting untuk kajian Turki adalah Sir James W. Redhouse (1811-1892) dan
E.J.W. Gibb (1856-1901).[19]
Sama dengan negara-negara sebelumnya, Inggris lebih fokus
pada kajian bahasa. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
linguistik. Kajian terkait bahasa ini tampak pada hasil terjemahan al-Qur’an
yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Inggris.
4.
Kajian Islam di Belanda
Sebagaimana di tempat lain, munculnya kajian Islam di
Belanda, mensyaratkan adanya perkembangan kajian bahasa Arab, khususnya yang
berkaitan dengan teks-teks Arab, Persia, dan Turki. Abad ketujuh belas disebut
sebagai masa keemasan Belanda, dimana telah berkembang hubungan dagang dengan
negara-negara Muslim seperti Marokko, Kerajaan Ottoman, Safavid Iran, Moghul
India dan berbagai pulau di Indonesia yang sedang mengalami proses Islamisasi.
Kepentingan komesrsial dan diplomat mendorong munculnya kajian tentang bahasa
Arab, Turki, dan Persia.[20]
Di Belanda, kajian-kajian keislaman masuk dalam fakultas
seni (faculty of Arts). Di dalamnya termasuk kajian terhadap tiga bahasa Islam
yang utama (Arab, Persia, dan Turki) dan dibutuhkan penguasaan paling tidak
salah satu diantara ketiga bahasa tersebut. Penegetahuan terhadap berbagai
bahasa utama Eropa, secara ideal dibutuhkan termasuk pengetahuan membaca bahasa
Italia, Spanyol, dan kadang bahasa Rusia. Kajian tertentu secara tidak langsung
membuat orang mempelajari supaya mengenal literatur al-Qur’an dan Hadis serta
teks-teks ilmu pengetahuan agama Islam lain seperti tafsir, ilmu hadis, fiqih,
kalam dan tasawuf. Juga dibutuhkan pengetahuan yang luas tentang sejarah budaya
Islam, seni Islam dan berbagai pengaruh warisan Yunani terhadap Islam pada abad
pertengahan.[21]
Kajian-kajian Islam disusun dengan cara menggambarkan
kulminasi program filsafat dan sejarah yang solid. Pengahargaan yang tinggi
terhadap kajian Islam sebagai sebuah agama dan budaya tergambar dengan
banyaknya tuntutan yang dalam faktanya hanya mahasiswa pilihan saja yang dapat
bertemu dan dapat dipersamakan dengan mahasiswa di pusat-pusat kajian oriental
di Eropa seperti di Oxfort, Cambridge, Tubingen, Berlin, Paris, Uppsala, Naples
dan Roma.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kajian
bahasa juga merupakan kajian yang populer di negara Belanda. Adapun pendekatan
yang digunakan juga pendekatan linguistik. Pendekatan ini digunakan untuk
mengkaji bahasa yang digunakan di negara Islam.
5.
Kajian Islam di Rusia dan Negara-Negara Bekas Soviet
Negara yang sekarang dikenal sebagai Rusia sebelumnya
mempunyai beberapa nama sebutan, yaitu kekaisaran Rusia, Republik Sosialis Uni
Soviet, juga Federasi Rusia. Meskipun dikuasai oleh Kristen, Rusia telah
berhubungan erat dengan dunia Islam. Itu sebabnya kajian Islam mempunyai peran
penting dalam wacana kesarjanaan Rusia dan Soviet, dan dalam makna yang lebih
luas dalam budaya secara umum.
Rusia telah terpengaruh oleh Islam sejak awal
keberadaannya. Salah satu dari negara tetangga terpenting dari Rusia kuno (atau
pada waktu itu disebut Rus) adalah kerajaan Bulghar, yang terletak di lembah
sungai Volga. Kerajaan ini mengadopsi Islam pada abad kesembilan belas di bawah
pengaruh langsung kekhalifahan Baghdad. Kemudian penduduk asli dari kerajaan
Bulghar menjadi nenek moyang dari negara Tartarian yang sekarang menjadi
kelompok masyarakat muslin terluas di Federasi Rusia.
Pada tahun 1787 untuk pertama kalinya dalam sejarah
Rusia, sebuah edisi Arab tentang
al-Qur’an diterbitkan di St. Petersburg.
Edisi tersebut diakui sampai Eropa sebagai salah satu karya terbaik. Kemudian
1789 Badan Pemerintahan Spiritual Muslim didirikan di Kazan, yang mempunyai
tugas memberikan pengawasan kehidupan religius bagi pemeluk-pemeluk Islam di
Rusia. Sebelumnya para pemimpin relihius Muslim telah ditempatkan lebih rendah
dibanding para Uskup lokal Gereja Orodox Rusia.
Negara memberi perhatian besar terhadap kajian sosial dan
antropologi orang-orang yang tinggal di Rusia, diantara mereka adalah kaum
Muslim. Beberapa kali ekspedisi ilmiah diorganisir, yang terpenting dari
ekspedisi tersebut dilakukan di bawah kepemimpinan ilmuwan Jerman Peter Simon
Polast yang bereksplorasi ke Siberia, wilayah lembah sungai Volga, sebelah utara
Caucasus dan Crimea anatar tahun 1768-1774 dan 1793-1794. Dua terjemahan Rusia yang
baru tentang al-Qur’an terbit pada masa itu. Terbitan pertama dan yang paling
sukses oleh penyair terkenal Michael Verevkin (1790). Terjemahan lain dibuat
oleh seorang juru bahasa profesional dari Departemen Angkatan Laut Inggris A.V.
Kolmakov (1792). Terjemahan tersebut berdasarkan terjemahan al-Qur’an versi
Inggris kontemporer yang jauh dari gaya bahasa.[22]
Dari penjelasan-penejelasan tersebut dapat diketahui
bahwa kajian Islam di Rusia berfokus pada kajian sosial dan antropologi. Adapun
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi dan antropologi.
Pendekatan sosiologi digunakan pada kajian sosial masyarakat Timur, dan
pendekatan antropologi digunakan pada kajian-kajian mengenai budaya masyarakat
Timur.
Adapun studi Islam menurut Naim semenjak abad ke-19
hingga sekarang ditandai oleh tiga model pendekatan. Pertama, studi
Islam dengan pendekatan filologis. Penedekatan ini biasa dipergunakan oleh para
orientalis generasi awal abad ke-19 dan masih tetap memiliki pengaruh yang kuat
di awal abad ke-20. Dalam pemahaman mereka, dunia Islam terepresentasi dalam
gagasan-gagasan dan kospe-konsep yang tersebar dalam teks-teks Islam klasik. \
Kedua, studi Islam
dengan pendektan ilmiah. Pendekatan ini berkembang setelah Perang Dunia kedua.
Mereka yang menjadi pelopor adalah kalangan ilmuwan sosial. Kalangan ini
melihat Islam sebagai masyarakat yang sistemik sebagaimana masyarakat Barat,
sehingga kekhasan dan keuinikannya yang bersifat kultural tidak tampak oleh
mereka.
Ketiga, studi Islam dengan pendekatan
fenomenologi-interpretatif. Belajar dari kelamahan pendekatan sebelumnya, para
penganjur penedekatan ini memahami Islam sebagai sistem simbol yang sarat
dengan makna-makna sebagaimana yang dikehendaki oleh dirinya sendiri, bukan
dari persepsi orang Barat atas diri mereka.[23]
Selain pendekatan-pendekatan di atas, ada satu pendekatan
utama yang digunakan orang Barat dalam mengkaji Islam. Pendekatan tersebut
adalah pendekatan tafhim (pemahaman) yang merupakan lawan dari
pendekatan tahfidz (hafalan). Jika masyarakat timur lebih suka
menggunakan hafalan maka sebaliknya dengan barat yang cenderung mengutamakan
pemahaman daripada hafalan. Hal ini menyebabkan barat kuat dalam hal metodologinya.
Sebagai objek ilmu, Islam itu dikembangkan di Barat. Metodologi merupakan
sebuah media dalam mengembangkan ilmu. Hal ini ditunjang literatur yang
memadai.
BAB III
PENUTUP
Pada masa kini, kajian terhadap Islam semakin marak
dengan terus menyebarnya kaum muslim ke seluruh penjuru dunia. Kajian-kajian
ini merata dari wilayah Timur yang mayoritas negara berpenduduk muslim dan di
Barat yang mayoritas penduduknya merupakan non muslim.
Kajian ketimuran di Timur sendiri berpusat pada
negara-negara Timur Tengah yang mana agama Islam ini muncul dari wilayah sana.
Adapun untuk negara lain yang banyak mengkaji Islam adalah Indonesia. Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Maka dari
itu, kajian terhadap Islam mulai berkembang di negara ini. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan tahfidz (hafalan). Kelamahan dari pendekatan
ini adalah masyarkat Timur menjadi lemah
dalam hal metodologi.
Adapun negara-negara Barat sekarang ini juga mulai
mengkonsentrasikan pemikirannya pada Islam. Negara-negara super power
tersebut meliputi Jerman, Perancis, Inggris, Belanda dan Rusia. Dari
negara-negara tersebut dapat diketahui bidang yang banyak dikaji adalah bidang
linguistik yang dalam hal ini adalah bahasa Arab. Dari segi pendekatan, Barat
cenderung menggunakan tafhim (pemahaman) dalam megkaji Islam. Sebagai
sebuah objek ilmu, Islam itu dikembangkan. Orang-orang Barat cenderung kuat
dari segi metodologi dan lemah dari segi hafalan. Kebalikan dari studi Islam di
Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik dan Karim, Rusli. 1990. Metodologi Penelitian
Agama: Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogyakarta.
Abdul Rauf, Hasan dan Abdurrahman Ghirah. 2007. Orientalisme
dan Misionarisme, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hakim, Atang Abdul. 2000. Metodologi Kajian Islam.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mudzar, Atho. Pendekatan Studi Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004.
Naim, Ngainun. 2009. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta:
Teras.
Nanji, Azim. 2003. Peta Kajian Islam: Orientalisme dan
Arah Baru Kajian Islam Di Barat. Bantul: Fajar Pustaka Baru.
Sirozi dkk. 2008. Arah Baru Studi Islam di Indonesia :
Teori dan Metodologi. Jogjakarta: Ar – Ruzz.
[2] Taufik Abdullah dan
Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogyakarta, 1990), hlm. 92
[6] Sirozi dkk, Arah
Baru Studi Islam di Indonesia : Teori dan Metodologi, (Jogjakarta : Ar –
Ruzz, 2008), hlm. 17
[11] Azim Nanji, Peta
Kajian Islam: Orientalisme dan Arah Baru Kajian Islam Di Barat, (Bantul:
Fajar Pustaka Baru, 2003), hlm. 2
[12] Hasan Abdul Rauf M. Dan
Abdurrahman Ghirah, Orientalisme dan Misionarisme, (Bnadung: Remaja
Rosdakarya, 2007) ,hlm. 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar