PROBLEM
DAN KRITIK TERHADAP KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN PBA
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Desain
Kurikulum PBA
Dosen Pengampu:
Dr. Hj.
Anin Nurhayati, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Meilinda Cahyaningrum
NIM. 175415018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
PASCASARJANA IAIN TULUNGAGUNG
FEBRUARI 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai
edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan
peserta didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan
kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya
guna kepentingan pengajaran.[1]
Dalam kegiatan
belajar mengajar, terdapat kurikulum yang memegang peranan yang sentral
dikarenakan berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan yang
pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga
pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam
lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional. Semua orang memiliki
peran yang penting dalam kurikulum, baik orang tua, warga masyarakat, guru,
pemimpin formal maupun informal. Hal ini disebabkan semua orang mengharapkan
tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih
cerdas, lebih berkemampuan.
Kurikulum adalah semua kegiatan dan pengalaman potensial
(isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah, baik yang terjadi di dalam
kelas, di halaman sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah
untuk mencapai tujuan pendidikan.[2]
Kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di
sekolah. Hal ini berarti bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pendidikan atau pengajaran. Setiap praktik pendidikan diarahkan pada
pencapaian tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan
pengetahuan, pengembangan pribadi, kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja.
Untuk menyampaikan bahan pelajaran ataupun mengembangkan kemampuan-kemampuan
tersebut, diperlukan metode penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk
menilai hasil dan proses pendidikan juga diperlukan cara-cara dan alat-alat
penilaian tertentu pula. Keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan ajar,
metode-alat, dan penilaian merupakan komponen-komponen utama kurikulum. [3]
Terkait dengan bahasa Arab, terdapat beberapa problem
baik terkait kurikulum maupun pembelajarannya. Dalam pengembangan kurikurum
bahasa Arab, terdapat hambatan-hambatan baik dari segi guru, masyarakat, maupun
biaya. Dalam implementasi terdapat maslah khususnya dari segi guru. Terkait
pembelajaran bahasa Arab terdapat masalah-masalah baik dari segi siswa, materi
dan kurikulum, metode, guru, media, maupun lingkungan, selain itu juga terdapat
aspek linguistik dan non-linguitik yang menjadi problem bagi para siswa untuk
menguasai bahasa Arab. Tampak dari kedua problem tersebut, peran guru sangat
sentral dan berpengaruh dalam kegiatan belajar mengajar bahasa Arab. Maka dari
itu, seorang guru bahasa Arab harus memahami betul masalah-masalah tersebut dan
mampu mengatasinya dengan baik agar tujuan dari pembelajaran bahasa Arab bisa
tercapai.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah probem dan kritik terhadap kurikulum PBA?
2.
Bagaimanakah problem dan kritik terhadap pembelajaran PBA?
C. Tujuan
1.
Mendeskripsikan probem dan kritik terhadap kurikulum PBA.
2.
Mendeskripsikan problem dan kritik terhadap pembelajaran PBA.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Probem dan Kritik terhadap Kurikulum PBA
Di dalam pembelajaran
bahasa Arab, terdapat beberapa problem atau masalah terkait kurikulum. Baik
berupa pengembangan maupun
implikasinya. Berikut akan dipaparkan masing-masing dari problem terkait
kurikulum pembelajaran bahasa Arab tersebut.
1.
Problem
dan Kritik terhadap Pengembangan Kurikulum
Terkait dengan pengembangan kurikulum, Sukmadinata
membaginya menjadi 3 aspek, meliputi guru, masyarakat dan biaya. [4]
Ketiga aspek ini dianggap sebagai aspek yang paling berpengaruh terhadap
pengembangan kurikulum bahasa Arab. Apabila salah satu dari aspek tersebut
tidak ada ataupun tidak mendukung, maka pengembangan terhadap kurikulum PBA
tidak akan berjalan dengan baik.
Guru dianggap sebagai aspek yang menjadi pengahambat
dalam pengembangan kurikulum dikarenakan guru kurang berpartisipasi dalam
pengembangan kurikulum. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti karena
kekurangan waktu ditengah kesibukan mengajar. Apalagi pada masa sekarang guru
dituntut untuk mengajar selama 24 jam per minggu. Kemudian dikarenakan
kekurangsesuaian pendapat, baik antar sesama guru maupun dengan kepala sekolah
dan administrator. Ketiga dikarenakan kemampuan dan pengetahuan guru itu
sendiri. Maka dari iu, guru dituntut tetap produktif ditengah kesibukan yang
padat, mampu menyesuaikan diri di tengah perbedaan pendapat, dan memperbanyak
pengetahuan dan kemampuan terkait materi pelajaran khususnya dalam hal ini
adalah mata pelajaran bahasa Arab.
Hambatan lain datang dari masyarakat. Untuk pengembangan
kurikulum dibutuhkan dukungan masyarakat baik dalam pembiayaan maupun dalam
memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang
berjalan. Masyarakat adalah sumber input dari sekolah. Keberhasilan pendidikan,
ketepatan kurikulum yang digunakan membutuhkan bantuan, serta input fakta dan
pemikiran dari masyarakat.
Hambatan lain yang dihadapi oleh pengembang kurikulum
adalah masalah biaya. Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk
kegiatan eksperimen baik metode, isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan
biaya yang sering kali tidak sedikit. Maka harus dicari alternatif ataupun
solusi yang jitu untuk masalah ini.
2.
Problem
dan Kritik terharap Implementasi Kurikulum
Mulyasa dalam Ma’unah menjelaskan bahwa implementasi
merupakan suatu proses penerapan ide,
konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga
memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai
dan sikap. Adapun implementasi kurikulum merupakan suatu proses penerapan
konsep, ide, program, atau tatanan kurikulum ke dalam praktek pembelajaran atau
aktivitas-aktivitas baru, sehingga terjadi perubahan pada sekelompok orang yang
diharapkan untuk berubah.[5]
Sedangkan Ma’unah sendiri mendeskripsikan implementasi
kurikulum dengan operasionalisasi konsep kurikulum yang masih bersifat potensial
(tertulis) menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran.[6]
Sehingga bisa dikatakan bahwa implementasi kurikulum merupakan kegiatan aktif
terhadap kurikulum dan bukan hanya sekedar teori semata. Dengan adanya
implementasi kurikulum diharapkan adanya perubahan aktivitas yang semula hanya
berupa konsep, ide, program menjadi sebuah praktek pembelajaran yang real
(nyata)
Implementasi kurikulum sendiri dipengaruhi oleh tiga
faktor yaitu karakteristik kurikulum, strategi kurikulum, dan karakteristik
pengguna kurikurum. Karakteristik kurikulum mencakup ruang lingkup ide baru
suatu kurikulum dan kejelasannya bagi penguasa lapangan. Strategi implementasi
merupakan strategi yang digunakan dalam implementasi, seperi diskusi profesi,
seminar, penataan, lokakarya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan
yang dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan. Karakteristik pengguna
kurikulum meliputi pengetahuan, ketrampilan,nilai dan sikap guru terhadap
kurikulum serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum (curriculum
planning) dalam pembelajaran.[7]
Akan tetapi dalam implementasi kurikulum juga perlu
diperhatikan peranan dari pelaku-pelaku yang berkepentingan (para praktisi
pendidikan) dalam implementasi tersebut seperti kepala sekolah dan guru itu
sendiri. Guru merupakan salah satu faktor penentu terhadap implikasi kurikulum.
Keberhasilan implementasi kurikulum di sekolah sangat ditentukan oleh faktor
guru.
Rumusan tujuan atau cita-cita pendidikan/pengajaran yang
bagus belum bisa memberikan jaminan bahwa kurikulum itu bisa teraktualisasikan
di dalamproses belajar mengajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena,
aktualisasi kurikulum/pengajaran di kelas sangat tergantung kepada peranan yang
dimainkan oleh guru yang bertindak sebagai “the man behind the gun-nya”
implementasi kurikulum/pengajaran tersebut.[8]
Salah satu indikator keberhasilan guru di dalam
pelaksanaan tugas adalah dapatnya guru itu menjabarkan, memperluas, menciptakan
relevansi kurikulum dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan yang lebih penting lagi mampu
mewujudkan kurikulum potensial (official curriculum) menjadi kurikulum
aktual melalui proses pembelajaran di kelas.[9]
Akan tetapi banyaknya guru yang memiliki kelemahan dan kekurangan dalam proses penyelenggaraan
pendidikan tersebut membuat implementasi kurikulum tidak berjalan dengan baik.
Sekarang ini kurikulum yang tengah digunakan di Indonesia
adalah kurikulum 2013. Untuk kepentingan pelaksanaan kurikulum 2013 pemenrintah
menerbitkan Permendikbud No. 81 A tentang implementasi Kurikulum 2013.
Peraturan ini tampaknya masih bersifat transisional, karena belum menggambarkan
secara utuh dan lengkap bagaimana seharusnya mengimplementasikan kurikulum
2013.
Memasuki tahun pelajaran 2013-2014, akhirnya secara resmi
pemerintah memberlakukan kurikulum 2013 dalam skala nasional. Dan untuk
kepentingan pemberlakukan kurikulum 2013 secara nasional ini, pada bulan Juli
2014 pemerintah melalui Kemendikbud menerbitkan beberapa Permendikbud guna
melengkapi peraturan yang sudah ada, masing-masing tentang kurikulum SD, SMP,
SMA, SMK, KTSP, Ekstra Kurikuler, Kepramukaan, dan peminatan.
Menjelang berakhirnya pemerintahan SBY, pada awal Oktober
2014, pemerintah kembali meluncurkan sebuah peraturan baru yang terkait dengan
kurikulum 2013. Peraturan-peratuan tersepet seperti tentang pembelajaran pada
pendidikan dasar dan pendidikan menengah, penilaian hasil belajar oleh pendidik
pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, dan lain-lain. Pada dasarnya K13
ini memiliki tujuan dan program yang baik, akan tetapi yang disayangkan adalah
kurangnya kesiapan dan sosialisasi yang menyebabkan masyarakat pendidikan masih
merasa kuwalahan dan kesulitan dalam menerapkan kurikukum ini.
B.
Problem dan Kritik terhadap Pembelajaran PBA
Dalam
pembelajaran bahasa Arab, terdapat beberapa problem atau masalah yang muncul baik dari segi siswa, materi dan kurikulum, metode, guru,
media, maupun lingkungan.[10]
Berikut akan dipaparkan problem-problem tersebut.
1.
Siswa
Pandangan siswa terkait bahasa Arab sangatlah berpengaruh
terhadap pembelajaran bahasa Arab. Mayoritas dari masyarakat Indonesia yang
merupakan penutur asing bahasa Arab memiliki kecenderungan pemikiran bahwa
bahasa Arab itu sulit. Pandangan ini bisa dimaklumi dikarenakan bahasa Arab
memiliki kaidah-kaidah tertentu yang jauh lebih kompleks jika dibandingkan
dengan bahasa asing yang lain.
Pandangan terkait mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa
agama juga masih dominan dalam pemikiran pembelajar bahasa Arab. Kebanyakan
mereka yang mempelajari bahasa Arab lebih banyak dimotivasi oleh kepentingan
yang bersifat religius ideologis daripada kepentingan praktis dan pragmatis. Selain
itu, pada umumnya siswa kurang/tidak merasa perlu mempelajari bahasa Arab
sebagaimana halnya mempelajari bahasa Inggris atau bahasa lainnya.
Dari pemahaman di atas terbentuklah sikap acuh siswa
terhadap bahasa Arab. Penggunaan bahasa Arab siswa hanya terbatas pada membaca
al-Qur’an, bacaan shalat dan bacaan do’a sehari-hari saja. Dan itu dilakukan
karena anggapan bahwa kewajiban mereka terkait agama hanyalah itu saja.
Sehingga siswa tidak mempedulikan asal dari bahasa itu. Selain itu, pada masa
sekarang ini orang tua cenderung mengarahkan anaknya ke pendidikan duniawi
saja. Sehingga kurang adanya motivasi yang mendukung siswa. Padahal pendidikan
seperti bahasa Arab juga sangat perlu diperhatikan. Sebab sejak awal mula di
turunkan ajaran Islam sampai hari ini, bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab.
Kurangnya minat siswa juga merupakan masalah penting yang
perlu dicarikan solusi. Kebanyakan siswa berpendapat bahwa bahasa Arab sulit
untuk dipelajari seperti dari segi linguistiknya yang berupa kaidah, bunyi dan
struktur. Anggapan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa kuno juga ada dalam
pemikiran siswa. Mempelajari dan bisa bahasa Inggris menjadi tuntutan dan
kebanggaan tersendiri bagi siswa di era sekarang.
Menyikapi problem-problem di atas, hendaknya pengajar
bahasa Arab memahami betul kondisi-kondisi siswanya dan memotivasi agar mereka
memiliki pandangan baru bahwa bahasa Arab itu mudah dan penting bagi kehidupan
kita. Pengajar bahasa Arab juga harus menerapkan metode-metode yang aplikatif
dan mutakhir sehingga siswa merasa senang dalam belajar bahasa Arab.
2.
Materi dan Kurikulum
Problem yang kedua adalah masalah materi yang disampaikan
dan kurikulum yang dipakai. Yaitu saat para siswa dijejali teori-teori berupa
kaidah-kaidah, struktur bahasa dan semacamnya tanpa atau kurang adanya praktek
langsusng, seperti percakapan, mendengarkan dan tulisan, maka mereka akan
gagal. [11]
Terkadang juga alokasi waktu (lembaga-lembaga kursus)
yang disediakan sangat tidak efisisen. Misalnya saja waktu yang digunakan hanya
dua kali dalam seminggu. Dibandingkan dengan jadwal di luar yang padat, maka
apa yang didapat tidak bisa seperti yang diharapkan.
Masalah lain
adalah kurang mampunya dalam penyusunan materi pembelajaran, sehingga materi
yang seharusnya disampaikan terlebih dahulu terlewati. Selain itu, materi yang
ada kurang menarik, sehingga membuat siswa merasa cepat bosan dan merasa
kesulitan.
Sebaiknya terkait maslah ini, dibuatlah materi dan
kurikulum sebaik mungkin, sesuai dengan urutan kaidah dan menarik, dalam artian
tidak membosankan dan diperbanyak kegiatan praktek. Serta diperlukan jadwal
yang efisien, sehingga tidak menggangu kegiatan yang lain dan dapat dengan
mudah mencerna pembelajarannya.
3.
Metode
Metode juga merupakan salah satu aspek yang perlu untuk
diperhatikan. Ketidaktahuan guru tentang metode yang akan diajarkan,
ketidaktepatan metode dan metode yang tidak menarik, sanagt berpengaruh pada
pembelajaran bahasa Arab. Oleh karena itu, perlunya penyusunan metode ini
sangat penting. Guru dilarang untuk sembarangan dalam menentukan metode. Karena
siswa akan merasa mudah bosan jika metode itu tidak sesuai dengan keadaan
mereka. Diusahakan untuk tidak terlalu memaksakan suatu metode kepada siswa.[12]
Yusuf dan Anwar dalam Anshor menjelaskan terdapat 6
metode yang bisa digunakan untuk pengajaran bahasa Arab meliputi metode
bercakap-cakap (muhadatsah), metode membaca (muthalaah), metode
dikte (imla), metode mengarang (insya), metode menghafal (mahfudzat),
dan metode tata bahasa (qawaid).[13]
Bagi seorang guru wajib mengetahui berbagai macam metode
untuk menjadi rujukan dalam pembelajaran. Metode merupakan salah satu dasar
untuk menghubungan materi pelajaran kepada peserta didik. Metode merupakan
rangkaian rencana yang memuat kemampuan dan tujuan yang dikemukakan guru,
pola-pola akan akan diikuti guru dalam kegiatan pembelajaran. [14]
4.
Guru
Dalam pembelajaran bahasa Arab, pengajar bahasa Arab pun
juga harus memiliki jiwa profesional dan mampu memberikan contoh yang baik
kepada siswa. Guru harus pandai berkreasi dan berinovasi dalam mengajar,
memahami dan menguasai metode yang diajarkan dan mencari alternatif metode agar
para siswa tidak mudah bosan dan dapat menyukai bahasa Arab. Ini sangatlah
penting dikarenakan merupakan penentuan berhasil tidaknya guru dalam
mengajarkan bahasa Arab.[15]
Guru juga harus mengikuti kemajuan zaman kaitannya dengan
pengembangan media untuk pengajaran bahasa Arab. Kecanggihan teknologi saat ini
bisa dimanfaatkan guru untuk menciptakan media-media yang menyenangkan untuk
siswa. Sehingga pembelajaran bahasa Arab tidak dianggap kuna melainkan menjadi pembelajaran
yang modern.
5.
Media
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, seorang guru harus
pandai berkreasi dengan media-media pembelajaran. Keterbatasan media dan
keterbatasan dalam penyediaan media dalam pembelajaran bahasa Aeab di
sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga belajar, seperti lab bahasa dan alat
penunjang lainnya. Para pengajar dan pemerintah jangan sampai melupakan media
pembelajaran karena tanpa adanya media yang mendukung, maka kurang totalnya
dalam pembelajaran dan hasil output para peserta didik yang mahir berbahasa
Arab.[16]
6.
Lingkungan
Lingkungan yang kurang mendukung juga dapat mengakibakan
kurang totalnya dan mengahambat pembelajaran bahasa Arab. Seperti tidak adanya
kebiasaan berbahasa Arab. Sebenarnya jika kita melihat ke pesantren-pesantren,
mereka telah menggunakan metode dan lingkuangan yang sangat baik, namun kendala
mereka adalah media yang kurang begitu memadai. Lembaga-lembaga yang paling
canggih sekalipun yang menyediakan pembelajaran bahasa Arab, jika tidak dapat
menghadirkan sebuah komunitas/lingkungan berbahasa Arab, maka tidak akan bisa
menghasilkan output yang benar-benar mahir berbahasa Arab. Maka dari itu, kita
juga harus menciptakan lingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan berbahasa
Arab. Walaupun tidak setiap saat atau setiap hari tetapi harus rutin.
Penjelasan-penjelasan di atas, sedikit berbeda dengan
penjelasan yang dikemukakan oleh Hermawan, yang menganggap bahwa problematika
dalam pembelajaran meliputi dua aspek, yaitu aspek linguistik dan aspek
non-linguistik. Aspek linguistik meliputi tata bunyi, kosakata, tata kalimat,
dan tulisan.[17] Berikut
akan dipaparkan masing-masing dari sub aspek tersebut.
a.
Tata bunyi
Aspek tata bunyi merupakan aspek dasar dalam mencapai
kemahiran menyimak dan berbicara dalam bahasa Arab. Chotib dalam Hermawan
menganggap bahwa hal ini disebabkan karena tujuan pembelajaran bahasa Arab
hanya diarahkan untuk menguasai bahasa tulisan dalam rangka memahami bahasa
kitab-kitab berbahasa Arab saja, kemudian pengertian hakekat bahasa lebih
banyak didasarkan pada metode gramatika terjemah, yaitu suatu metode mengajar
yang banyak menekankan kegiatan belajar pada penghapalan kaidah-kaidah tata
bahasa dan penerjemahan kata perkata.[18]
Ada beberapa masalah terkait tata bunyi yang perlu
menjadi perhatian para pembelajar non Arab, salah satunya fonem Arab yang tidak
ada padanannya di bahasa Indonesia, melayu maupun Brunei misalnya ث (tsa), ه (ha), خ (kha), ذ (dza), ض (dhad), ص (sha), ظ (zha), ع (‘ain), dan غ (ghain). Bagi para pemula, huruf-huruf tersebut tidak mudah,
perlu waktu dan keuletan berlatih. Seorang pelajar Indonesia akan merasa
kesulitan dalam mengucapkan fonem-fonem tersebut, sehingga apabila ada kata
Arab yang mengandung fonem-fonem tersebut masuk ke bahasa Indonesia, maka
fonem-fonem itu akan berubah menjadi fonem lain.
b.
Kosakata
Kosakata yang banyak diadopsi oleh bahasa Indonesia
menjadi nilai tambah bagi orang Indonesia mempelajari bahasa Arab dengan mudah,
karena makin banyak kosakata Arab yang digunakan dalam bahasa nasional
Indonesia, makin mudah bagi orang Indonesia membina kosakata, memberi
pengertian dan melekatkannya dalam ingatan. Namun demikian, perpindahan kata
dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab dapat menimbulkan berbagai persoalan,
antara lain:
- Pergeseran
arti, seperti kata masyarakat yan berasal dari kata مشاركة / musyarakah, dalam bahasa Arab arti kata
masyarakat ialah keikutsertaan, partisipasi atau kebersamaan. Sementara
dalam bahasa Indonesia artinya berubah menjadi masyarakat yang dalam
bahasa Arab dikatakan مجتمع / mujtama’.
- Lafaznya berubah dari bunyi aslinya, seperti berkat
dari kata بركة / barkah, kata kabar
dari kata خبر/ khabr, kata mungkin
dari kata ممكن / mumkin.
- Lafaznya tetap, tetapi artinya berubah, seperti kata
كلمة / kalimah yang berarti sesunan kata-kata yang bisa
memberikan pengertian, berasal dari bahasa Arab كلمات yang berarti kata-kata.
Berkaitan dengan problematika kosakata tersebut perlu
diketahui bahwa banyak segi-segi sharaf (morfologi) dalam bahasa Arab
yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, semisal konjugasi (tashrif),
sistem perubahan kata dengan pola-pola tertentu yang menimbulkan makna
tertentu. Perubahan dari satu pola ke pola lain memiliki akar kata yang sama.
c.
Tata kalimat
Dalam membaca teks bahasa Arab, para pelajar harus memahami
artinya terlebih dahulu. Dengan begitu mereka akan bisa membacanya dengan
benar. Hal ini tidak lepas dari pengetahuan tentang ilmu nahwu dalam bahasa
Arab yakni untuk memberikan pemahaman bagaimana cara membaca yang benar sesuai
kaidah-kaidah bahasa Arab yang berlaku. Sebenarnya ilmu nahwu tidak hanya
berkaitan dengan i’rab dan bina’, melainkan juga penyusunan
kalimat, sehingga kaidah-kaidahnya mencakup hal-hal selain i’rab dan
bina’ seperti al-muthabaqah (kesesuaian) dan al-mauqi’iyyah (tata
urut kata).[19]
Al-Muthabaqah (kesesuaian) yakni seperti kesesuaian mubtada’
dan khabar, sifat dan maushuf, persesuaian dari segi jenis
kelamin yakni mudzakkar dan mu’annats, segi jumlah yakni mufrad,
mutsanna dan jama’ dan segi ma’rifat dan nakirah.
Sedangkan al-mauqi’iyyah
seperti fi’il (kata kerja) harus terletak di depan atau mendahului fa’il
(pelaku pekerjaan) dan khabar (predikat) haruslah terletak sesudah mubtada’.
Jadi, tata kalimat bahasa Arab memang tidak mudah dipahami oleh pelajar bahasa
non Arab, seperti yang berasal dari orang Indonesia, meskipun ia sudah
menguasai gramatika bahasa Indonesia, ia tidak akan dapat menemukan
perbandingannya dalam bahasa Indonesia. Karena itu, guru bahasa Arab harus
menaruh dan memberi perhatian yang lebih banyak agar mereka dapat dengan mudah
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi para pelajar ketika mempelajari
bahasa Arab.
d.
Tulisan
Tulisan Arab yang berbeda sama sekali dengan tulisan
latin, juga menjadi kendala tersendiri bagi pelajar bahasa Arab non Arab,
khususnya dari Indonesia. Tulisan Latin dimulai dari kanan ke kiri, sedangkan
tulisan Arab dimulai dari kiri ke kanan. Huruf Latin hanya memiliki dua bentuk,
yaitu huruf kapital dan huruf kecil, maka huruf Arab mempunyai berbagai bentuk,
yaitu bentuk berdiri sendiri, awal, tengah, dan akhir.[20]
Selain aspek-aspek linguistik di atas, terdapat juga
aspek non-linguistik. Aspek-aspek non-linguisik tersebut meliputi faktor
sosio-kultural, faktor buku ajar, dan faktor lingkungan sosial.
a.
Faktor
sosio-kultural
Problem yang
mungkin muncul ialah bahwa ungkapan-ungkapan, istilah-istilah dan nama-nama
benda yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia tidak mudah dan tidak cepat
dipahami oleh pelajar Indonesia yang sama sekali belum mengenal sosial dan
budaya bangsa Arab.[21]
b.
Faktor buku ajar
Selain harus
memperhatikan faktor sosio –kultural tersebut di atas, faktor penggunaan buku
ajar dalam pembelajaran juga menjadi sesuatu yang urgen, karena peranannya
masih menjadi instrumen yang cukup menentukan keberasilan pembelajaran.
Buku ajar yang
tidak memperhatikan prinsip-prinsip penyajian materi bahasa Arab sebagai bahasa
asing akan menjadi problem tersendiri dalam pencapaian tujuan. Prinsip-prinsip
tersebut antara lain seleksi, gradasi, korelasi. Seleksi maksudnya adalah bahwa
buku ajar harus menunjukkan pemilihan materi yang memang diperlukan oleh
pelajar di tingkat tertentu atau diprioritaskan untuk tingkat satuan pendidikan
tertentu. Oleh sebab itu buku ajar yang baik adalah buku yang didasarkan pada
kurikulum yang jelas, misalnya KTSP. Gradasi maksudnya adalah berjenjang, yaitu
berjenjang dalam penyajian, mulai dari materi yang mudah sampai ke materi yang
susah. Sedangkan korelasi maksudnya adalah bahwa setiap unit yang disajikan
harus memiliki kaitan yang saling menguatkan menjadi paduan yang utuh.[22]
Pemberian gambaran
sosio-kultural Arab dalam buku ajar perlu dilakukan karena dengan pemahaman
aspek ini akan membantu para pelajar memahami penggunaan ungkapan, kalimat,
kata, atau nama-nama benda yang memang berkaitan dengan sosio-kultural pemilik
bahasa ini. Namun tidak berarti bahwa penyajian materi harus sama dengan
sosio-kultural bangsa Arab. Karena pada hakikatnya buku bahasa Arab yang baik
bagi pelajar Indonesia adalah buku yang sistem penyajiannya sesuai dengan
karaker pelajar Indonesia.
c.
Faktor lingkungan sosial
Belajar bahasa yang
efektif adalah adalah membawa pelajar ke dalam lingkungan bahasa yang
dipelajari. Dengan lingkungan tersebut setiap pelajar akan dipaksa untuk
menggunakan bahasa tersebut, sehingga perkembangan penguasaan bahasa yang
dipelajarinya relatif lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang tidak ada di
lingkungan bahasa tersebut. Hal ini karena lingkungan akan membuatnya terbiasa
menggunakan suatu bahasa secara terus-menerus untuk menyampaikan maksud dan
tujuan dalam hatinya. [23]
ANALISIS
Dalam kegiatan belajar mengajar bahasa Arab, terdapat
masalah-masalah yang ditemui baik berupa kurikulum maupun pembelajaran bahasa
Arab. Masalah-masalah yan terkait dengan kurikulum bisa berupa masalah terkait
pengembangan maupun implementasinya. Masalah terkait pengembangan meliputi
guru, masyarakat dan biaya. Kurangnya partisipasi guru, kurangnya dukungan
masyarakat baik dalam pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap
sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang berjalan sangat dibutuhkan untuk
pengembangan kurikulum. Pada masa sekarang masih sering kita jumpai guru bahasa
Arab yang bukan lulusan pendidikan bahasa Arab. Mereka ditunjuk sebagai guru
bahasa Arab hanya dikarenakan lulusan dari perguruan tinggi Islam. Padahal hal
ini tidak menjadmin mereka menguasai bahasa Arab dengan baik apalagi yang
berkenaan dengan proses pengajaran bahasa Arab. Hal ini saya alami di tempat
saya mengajar sekarang yaitu Sekolah Dasar Islam Al-Azhaar Tulungagung yang
ternyata salah satu rekan guru bahasa Arab merupakan guru lulusan Pendidikan
Matematika. Hal ini tentu saja menghambat pengembangan kurikurul dikarenakan dia
tidak memahami seluk beluk kurikulum PBA.
Masalah terkait implementasi terkait dengan guru dalam
melaksanakan pembelajaran bahasa Arab. Tampak dari kedua problematika tersebut,
guru memiliki peran yang sentral dalam pembelajaran bahasa Arab. Masalah terkait
implementasi juga bisa kita jumpai dalam kehidupan nyata di Indonesia.
Contohnya saja mayoritas guru di Indonesia mengajar pelajarannya tanpa
menyiapkan perencanaan yang matang. Para guru tidak menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan baik. Pembuatan RPP dilakukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan tertentu seperti untuk keperluan akreditasi dan sertifikasi.
Lebih parahnya lagi guru di Indonesia lebih suka mendownload atau mengcopy
paste RPP dibanding membuatnya sendiri.
Sedangkan problem
atau masalah yang muncul terkait pembelajaran bisa dilihat dari segi siswa, materi dan kurikulum, metode, guru, media,
maupun lingkungan. Selain iu, juga terdapat aspek linguistik maupun
non-linguisstik yang menjadi penghambat dalam pembelajaran bahasa Arab. Masalah
tersebut bisa diatasi dengan moivasi-motivasi yang diberikan guru, dril-dril
terkait bahasa Arab dan kesadaran siswa sendiri akan pentingnya bahasa Arab.
Dukungan dari lingkungan sekolah maupun lingukungan tempat tinggal siswa juga
dibutuhkan agar tercapai tujuan dari pembelajaran bahasa Arab.
DAFTAR PUSTAKA
Adjnaf.blogspot.com (diakses pada 25 Februari 2016)
Anshor, Ahmad Muhtadi. 2009. Pengajaran Bahasa Arab
dan Metode-metodenya. Yogyakarta: Teras.
Arifin, Zainal. 2012. Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2010. Strategi
Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta
Hermawan, Acep. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa
Arab. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ma’unah, Binti. 2005. Pendidikan Kurikulum SD-MI. Surabaya:
Lembaga Kajian Agama dan Filsafat.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Pengembangan
kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
حسن
شحاتة. دوم سنة. تعليم اللغة العربية بين النظرية و التطبيق. مصر: دار مصر
الطباعة.
[1] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi
Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 1
[2] Zainal
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm. 4
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum:
Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 3
[5] Binti Ma’unah, Pendidikan Kurikulum SD-MI,
(Surabaya: Lembaga Kajian Agama dan Filsafat, 2005), hlm. 75
[10] Adjnaf.blogspot.com
(diakses pada 25 Februari 2016)
[13] Ahmad
Muhtadi Anshor, Pengajaran Bahasa Arab dan Metode-metodenya,
(Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 55-62
[17] Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 100
Tidak ada komentar:
Posting Komentar